
5 Tuntutan Pengemudi Ojol yang Akan Berunjuk Rasa pada 21 Juli
Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) Garda Indonesia, bersama dengan sejumlah aliansi organisasi dan komunitas ojol nasional, bersiap menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Istana Merdeka pada 21 Juli 2025. Aksi ini merupakan kelanjutan dari demonstrasi sebelumnya yang telah dilakukan pada 20 Mei 2025, sebagai bentuk protes atas berbagai permasalahan yang membelit para pengemudi ojol di Indonesia. Kepala Divisi Humas Garda Indonesia, Yudha Al Janata, menegaskan bahwa aksi ini akan diikuti oleh sekitar dua ribu pengemudi ojol dari berbagai daerah, yang akan menyuarakan lima tuntutan utama kepada pemerintah, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perhubungan, serta kepada perusahaan-perusahaan aplikator ojol.
Tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi ini adalah mengenai potongan komisi yang diterapkan oleh aplikator terhadap penghasilan pengemudi ojol. Yudha Al Janata dengan tegas menyatakan bahwa para pengemudi ojol menuntut agar potongan komisi maksimal yang diperbolehkan bagi aplikator adalah 10 persen. Saat ini, menurut Yudha, aplikator mematok potongan komisi hingga 20 persen, yang dinilai sangat memberatkan dan menyengsarakan para pengemudi ojol. Potongan komisi yang tinggi ini secara otomatis mengurangi pendapatan yang diterima oleh pengemudi ojol, sehingga semakin sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Yudha menjelaskan bahwa sejak aplikator menerapkan potongan komisi sebesar 20 persen, rata-rata penghasilan yang diperoleh pengemudi ojol dalam sehari hanya sekitar Rp 30 ribu. Padahal, menurut Yudha, jumlah ideal penghasilan harian yang seharusnya diterima oleh pengemudi ojol di tahun 2025 adalah Rp 150 ribu. Perbedaan yang sangat signifikan ini menunjukkan betapa besar dampak negatif dari potongan komisi yang tinggi terhadap kesejahteraan para pengemudi ojol.
Yudha juga membandingkan kondisi saat ini dengan tahun 2019, di mana pengemudi ojol masih bisa meraup pendapatan sekitar Rp 100 ribu dalam satu hari. Untuk mendapatkan penghasilan tersebut, pengemudi ojol hanya perlu mendapatkan setidaknya 12 pelanggan dalam sehari. Namun, saat ini, pengemudi ojol perlu mengambil pesanan sebanyak 20 kali untuk mendapatkan penghasilan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pengemudi ojol harus bekerja lebih keras dan menghabiskan waktu lebih lama di jalan untuk mendapatkan penghasilan yang sama dengan beberapa tahun lalu. Bahkan, Yudha mengungkapkan bahwa banyak pengemudi ojol yang harus bekerja hingga 16 jam sehari untuk bisa memenuhi target penghasilan mereka.
Kondisi ini diperparah dengan adanya program hemat yang ditawarkan oleh aplikator, seperti promo Aceng di Gojek dan Slot di Grab, yang menawarkan layanan pesan antar makanan dengan tarif rendah. Menurut Yudha, program-program ini sangat merugikan pengemudi ojol, karena mereka hanya bisa meraup Rp 5 ribu dalam satu kali pengantaran makanan atau Rp 7.500 untuk dua lokasi. Tarif yang sangat rendah ini tidak sebanding dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pengemudi ojol, seperti biaya bahan bakar, biaya perawatan kendaraan, dan biaya komunikasi.
Oleh karena itu, Yudha mendesak agar kementerian-kementerian terkait segera mengeluarkan diskresi atau aturan yang mengatur program-program hemat tersebut, sehingga tidak merugikan pengemudi ojol. Ia juga mengimbau kepada seluruh pengemudi ojol yang tergabung dalam serikat untuk ikut serta dalam demonstrasi pada 21 Juli 2025, sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi ojol.
Selain masalah potongan komisi dan program hemat, para pengemudi ojol juga menuntut adanya regulasi yang jelas mengenai tarif pengantaran barang dan makanan. Selama ini, tarif pengantaran barang dan makanan ditentukan secara sepihak oleh aplikator, tanpa melibatkan pengemudi ojol. Hal ini seringkali menyebabkan tarif yang ditetapkan tidak sesuai dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh pengemudi ojol, sehingga mereka mengalami kerugian. Oleh karena itu, para pengemudi ojol menuntut agar pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang mengatur tarif pengantaran barang dan makanan, dengan mempertimbangkan kepentingan pengemudi ojol.
Tuntutan lainnya adalah desakan untuk segera melakukan audit investigatif terhadap perusahaan aplikator. Para pengemudi ojol menduga bahwa perusahaan aplikator melakukan praktik-praktik yang tidak transparan dan merugikan pengemudi ojol, seperti manipulasi data dan pengaturan algoritma yang tidak adil. Oleh karena itu, para pengemudi ojol menuntut agar pemerintah melakukan audit investigatif terhadap perusahaan aplikator, untuk mengungkap praktik-praktik yang merugikan pengemudi ojol dan memastikan bahwa perusahaan aplikator beroperasi secara transparan dan akuntabel.
Para pengemudi ojol juga menuntut penghapusan program hemat yang merugikan pengemudi online. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, program-program hemat seperti promo Aceng di Gojek dan Slot di Grab menawarkan layanan pesan antar makanan dengan tarif rendah, yang sangat merugikan pengemudi ojol. Oleh karena itu, para pengemudi ojol menuntut agar program-program hemat tersebut dihapuskan, atau setidaknya direvisi agar tidak merugikan pengemudi ojol.
Tuntutan terakhir adalah perlindungan hukum terhadap pengemudi ojek online untuk memenuhi hak-hak atau memiliki kesempatan keterlibatan dalam penentuan kebijakan. Selama ini, pengemudi ojol seringkali tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai, sehingga mereka rentan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aplikator atau pihak lain. Selain itu, pengemudi ojol juga tidak memiliki kesempatan untuk terlibat dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan transportasi online, padahal kebijakan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, para pengemudi ojol menuntut agar pemerintah memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pengemudi ojol, dan memberikan mereka kesempatan untuk terlibat dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan transportasi online.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alif Fauzi Nur Widiastomo, menilai bahwa permasalahan praktik penyelenggaraan transportasi online disebabkan oleh relasi kuasa yang tidak seimbang antara perusahaan aplikator dan para pengemudi. Alif menyoroti ketidakjelasan payung hukum terkait dengan transportasi online sebagai salah satu penyebab utama permasalahan ini. Menurut Alif, ketidakjelasan pengaturan ini menyebabkan para pengemudi ojol terjebak dalam hubungan kerja non-standar atau palsu dalam tanda kutip kemitraan yang mana sebenarnya tidak memenuhi klasifikasi apa yang disebut dengan kemitraan dalam Undang-Undang UMKM.
Alif menjelaskan bahwa pasal satu Undang-Undang UMKM tidak mencerminkan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan, memperkuat, dan mempercayai. Aplikator justru tidak memberikan ruang partisipatif dalam menetapkan kebijakan seperti tarif. Alif melihat adanya kontrol tunggal dari perusahaan aplikator, yang menyebabkan pengemudi ojol tidak memiliki bargaining power yang cukup untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Aksi unjuk rasa yang akan digelar pada 21 Juli 2025 diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah dan aplikator untuk lebih memperhatikan nasib para pengemudi ojol, dan mengambil langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Para pengemudi ojol berharap agar tuntutan-tuntutan mereka dapat dipenuhi, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih tenang dan sejahtera, serta memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Aksi ini juga diharapkan dapat menjadi titik awal untuk menciptakan ekosistem transportasi online yang lebih adil dan berkelanjutan, yang menguntungkan semua pihak, baik pengemudi, aplikator, maupun konsumen.
