
Bapanas Sarankan Peritel Jual Murah Beras Oplosan, Tak Perlu Ditarik
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, memberikan saran kepada para peritel untuk menjual beras oplosan dengan harga yang lebih rendah, daripada menariknya dari peredaran. Langkah ini diambil sebagai solusi praktis untuk mengatasi masalah beras yang tidak memenuhi standar kualitas premium, namun tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Ngapain ditarik? Dijual murah saja," ujar Arief dengan lugas di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta, pada Kamis, 17 Juli 2025. Pernyataan ini mencerminkan pendekatan pragmatis Bapanas dalam menangani isu beras oplosan, dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan meminimalkan kerugian bagi para pelaku usaha.
Arief menjelaskan bahwa jika beras terindikasi memiliki kandungan butir patahan (broken) yang melebihi batas toleransi yang ditetapkan, maka peritel dapat menyesuaikan harga jual sesuai dengan persentase patahan beras yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, konsumen tetap dapat membeli beras tersebut dengan harga yang lebih terjangkau, sesuai dengan kualitas yang didapatkan.
"Broken-nya harusnya 15 persen, tapi misal broken-nya 30 persen, jual saja senilai broken 30 persen," imbuhnya. Skema ini memberikan fleksibilitas bagi peritel untuk menjual beras oplosan tanpa melanggar aturan, sekaligus memberikan opsi bagi konsumen untuk membeli beras dengan harga yang lebih murah.
Tujuan utama dari saran ini adalah untuk memastikan bahwa pasokan beras oplosan yang ada di pasar dapat habis terjual. Dengan menjualnya dengan harga yang lebih rendah, diharapkan masyarakat akan tertarik untuk membeli beras tersebut, sehingga mengurangi potensi kerugian bagi peritel dan mencegah terjadinya penumpukan stok beras yang tidak berkualitas.
Selain itu, Arief juga memberikan rekomendasi kepada pihak penggilingan beras untuk melakukan peninjauan ulang terhadap pengaturan mesin penggiling yang digunakan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem penggilingan berfungsi dengan optimal dan menghasilkan beras dengan kualitas yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pemerintah, melalui Bapanas, tidak akan mengeluarkan instruksi penarikan beras oplosan secara massal. Arief menegaskan bahwa penarikan beras oplosan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi semua pihak, termasuk konsumen, peritel, dan produsen. Oleh karena itu, solusi yang lebih baik adalah dengan menjual beras tersebut kepada masyarakat dengan harga yang sesuai dengan kualitasnya.
"Ngapain ditarik? Mending kasih ke masyarakat. Saran saya dihabiskan saja, dijual sesuai dengan spesifikasi berasnya. Kalau broken-nya 40, jual seharga broken 40," tegas Arief. Pernyataan ini mencerminkan komitmen Bapanas untuk mencari solusi yang paling efektif dan efisien dalam mengatasi masalah beras oplosan, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin, menyatakan bahwa Aprindo belum akan menarik beras premium yang diduga telah dioplos dengan jenis medium dari toko-toko ritel modern, selama tidak ada instruksi resmi dari pihak berwenang. Aprindo juga telah bersepakat untuk meminta pertanggungjawaban dari produsen terkait dengan beras oplosan tersebut.
Solihin menjelaskan bahwa kontrak kerja antara toko ritel dan produsen beras menyatakan bahwa beras yang dibeli adalah beras premium. Oleh karena itu, jika ditemukan adanya beras oplosan, maka produsen harus bertanggung jawab atas ketidaksesuaian tersebut.
Peraturan Badan Pangan Nasional RI Nomor 2 Tahun 2023 telah mengatur persyaratan mutu beras secara rinci. Peraturan ini mencakup berbagai aspek, seperti derajat sosoh, kadar air, butir menir, butir patah, butir beras lainnya, butir gabah, dan benda lainnya.
Untuk derajat sosoh dan kadar air, seluruh kategori beras, baik premium, medium, submedium, maupun pecah, ditetapkan dengan ketentuan yang sama, yaitu derajat sosoh minimal 95 persen dan kadar air tidak melebihi 14 persen. Namun, untuk komponen lainnya, seperti butir menir, butir patah, dan butir gabah, terdapat perbedaan ketentuan antara masing-masing kategori beras.
Berdasarkan peraturan tersebut, beras premium memiliki standar kualitas yang paling tinggi. Kandungan butir menir pada beras premium maksimal 0,5 persen, dan butir patahnya tidak boleh lebih dari 15 persen. Komposisi butir lainnya dibatasi maksimal 1 persen, sementara butir gabah dan benda lain harus 0 persen.
Sementara itu, beras medium memiliki standar kualitas yang lebih rendah dari beras premium. Butir menir pada beras medium ditetapkan sebesar 2 persen, dan patahan beras mencapai 25 persen. Total butir lainnya diperbolehkan hingga 4 persen, dengan kandungan butir gabah maksimal 1 persen dan benda lain 0,05 persen.
Untuk beras submedium, standar kualitasnya lebih rendah lagi. Butir menir maksimal 4 persen, patahan beras 40 persen, butir beras lain maksimal 5 persen, butir gabah 2 persen, dan benda lain 0,05 persen.
Sedangkan untuk beras pecah, toleransi terhadap butir menir lebih tinggi, yaitu maksimal 5 persen. Butir patah pada beras pecah di atas 40 persen, butir beras lain 5 persen, butir gabah 3 persen, dan benda lain 0,05 persen.
Dengan adanya peraturan yang jelas mengenai standar mutu beras, diharapkan para produsen dan peritel dapat mematuhi ketentuan yang berlaku, sehingga konsumen dapat memperoleh beras dengan kualitas yang sesuai dengan harga yang dibayarkan. Selain itu, Bapanas juga akan terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang melanggar aturan, demi menjaga kualitas beras dan melindungi kepentingan konsumen.
Saran yang diberikan oleh Kepala Bapanas ini merupakan langkah yang bijaksana dan responsif terhadap situasi yang berkembang. Dengan menjual beras oplosan dengan harga yang lebih murah, diharapkan masyarakat dapat memperoleh akses terhadap beras yang terjangkau, sekaligus membantu para peritel untuk menghabiskan stok beras yang ada.
Namun, perlu diingat bahwa solusi ini bersifat sementara dan tidak menyelesaikan akar permasalahan. Pemerintah perlu melakukan upaya yang lebih komprehensif untuk meningkatkan kualitas beras dan mencegah terjadinya praktik oplosan di masa mendatang. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan pengawasan terhadap proses produksi dan distribusi beras, serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai cara memilih beras yang berkualitas.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kepada para petani beras, agar mereka dapat menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih baik. Dukungan ini dapat berupa bantuan bibit unggul, pupuk, dan teknologi pertanian yang modern. Dengan demikian, diharapkan produksi beras dalam negeri dapat meningkat dan kualitasnya semakin baik, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor dan mencegah terjadinya praktik oplosan.
Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, produsen, peritel, dan konsumen, diharapkan masalah beras oplosan dapat diatasi secara efektif dan berkelanjutan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak, dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai hak-hak mereka sebagai konsumen. Masyarakat perlu mengetahui standar kualitas beras yang berlaku, dan berani melaporkan jika menemukan adanya praktik oplosan atau penjualan beras yang tidak sesuai dengan standar. Dengan demikian, diharapkan para pelaku usaha akan lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya, dan konsumen akan terlindungi dari praktik-praktik yang merugikan.
Pemerintah juga perlu memperkuat sistem pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran di bidang pangan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah petugas pengawas, memberikan pelatihan yang memadai, dan meningkatkan koordinasi antar instansi terkait. Dengan sistem pengawasan yang kuat, diharapkan praktik-praktik curang di bidang pangan dapat dicegah dan ditindak secara tegas.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong inovasi di bidang pangan, khususnya dalam pengembangan teknologi pengolahan beras yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan teknologi yang tepat, diharapkan kualitas beras dapat ditingkatkan dan limbah hasil pengolahan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dengan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan, diharapkan masalah beras oplosan dapat diatasi secara efektif dan kualitas beras di Indonesia dapat ditingkatkan. Hal ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak, dan pada akhirnya akan meningkatkan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat.