
Viral Pekerja Migran Indonesia Dilarang Masuk Jepang Mulai 2026, Apa Alasannya?
Isu mengenai larangan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) untuk memasuki Jepang mulai tahun 2026 telah menjadi perbincangan hangat di media sosial, menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang berminat untuk bekerja di Negeri Sakura. Beberapa kanal YouTube yang dikelola oleh diaspora Indonesia bahkan mengklaim bahwa Indonesia akan dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklist) oleh Pemerintah Jepang, memicu kepanikan dan kebingungan. Namun, benarkah informasi yang beredar tersebut? Apakah ada dasar yang kuat untuk klaim tersebut, ataukah ini hanya sekadar rumor yang tidak bertanggung jawab?
Kabar yang meresahkan ini dengan cepat ditanggapi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo. Melalui pernyataan resminya, KBRI dengan tegas membantah adanya kebijakan dari Pemerintah Jepang yang melarang masuknya tenaga kerja asal Indonesia. Penjelasan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran yang telah menyebar luas dan memberikan kepastian kepada masyarakat Indonesia bahwa pintu kesempatan kerja di Jepang masih terbuka lebar.
"Pemerintah Jepang tidak pernah menyampaikan hal tersebut, dan isu ini bukan bagian dari pembahasan resmi antara Pemerintah Indonesia dan Jepang," demikian pernyataan resmi KBRI Tokyo yang diterima di Jakarta, Selasa lalu. Penegasan ini memberikan kejelasan bahwa isu pelarangan PMI masuk Jepang tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak pernah menjadi agenda pembahasan antara kedua negara.
Lantas, dari mana asal-usul isu pelarangan ini? Spekulasi mengenai larangan pekerja migran Indonesia ini ternyata dipicu oleh beredarnya sejumlah video yang memperlihatkan anggota komunitas bela diri asal Indonesia, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), melakukan konvoi dan membawa atribut organisasi di ruang publik Jepang. Aksi tersebut kemudian menuai kritik karena dinilai kurang sesuai dengan budaya dan etika masyarakat Jepang yang sangat menjunjung tinggi ketertiban dan kesopanan. Beberapa pihak beranggapan bahwa tindakan tersebut dapat merusak citra Indonesia di mata masyarakat Jepang dan berdampak negatif pada hubungan bilateral kedua negara, termasuk dalam bidang ketenagakerjaan.
Koordinator Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Tokyo, Muhammad Al Aula, menjelaskan bahwa memang terdapat sejumlah komunitas masyarakat Indonesia yang aktif di Jepang, termasuk organisasi keagamaan, paguyuban, dan perguruan silat. Ia menambahkan bahwa sebagian besar kegiatan mereka telah mendapatkan izin resmi dari otoritas lokal, menunjukkan bahwa komunitas Indonesia di Jepang umumnya berusaha untuk mematuhi aturan dan norma yang berlaku.
"Beberapa kegiatan mereka mengajukan izin pada otoritas setempat dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian Jepang dalam pelaksanaannya," ujar Al Aula saat diwawancarai oleh Tempo pada hari Rabu, 16 Juli 2025. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa KBRI Tokyo aktif memantau kegiatan komunitas Indonesia di Jepang dan menjalin komunikasi yang baik dengan otoritas setempat untuk memastikan kegiatan tersebut berjalan lancar dan tidak menimbulkan masalah.
Meskipun aksi PSHT memicu perbincangan dan kekhawatiran, hingga saat ini belum ada laporan pelanggaran hukum yang secara resmi disampaikan oleh otoritas Jepang kepada KBRI. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat kritik terhadap aksi tersebut, belum ada tindakan hukum yang diambil oleh pihak berwenang Jepang.
"Kami belum pernah mendengarkan laporan secara yuridis maupun formal kepada KBRI terkait dengan asumsi atau sinyalemen mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh PSHT," jelas Al Aula. Penjelasan ini memberikan kepastian bahwa isu pelarangan PMI masuk Jepang tidak didasarkan pada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh komunitas Indonesia di Jepang.
Lebih lanjut, Al Aula menyebutkan bahwa pihak PSHT telah mengakui kesalahan atas aksi tersebut, menyampaikan permintaan maaf, dan menyatakan komitmen untuk melakukan evaluasi internal agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Sikap kooperatif dari PSHT ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya menjaga citra Indonesia di mata masyarakat Jepang dan mematuhi aturan yang berlaku.
Ironisnya, di tengah isu pelarangan yang beredar, jumlah warga negara Indonesia (WNI) di Jepang justru terus mengalami peningkatan. Data dari Kantor Imigrasi Jepang per Desember 2024 menunjukkan bahwa terdapat 199.824 WNI yang tinggal di Jepang, meningkat lebih dari 15 persen hanya dalam enam bulan terakhir. Angka ini menunjukkan bahwa Jepang masih menjadi tujuan yang menarik bagi warga Indonesia, baik untuk bekerja maupun untuk belajar.
Mayoritas dari WNI yang berada di Jepang adalah pekerja migran yang bekerja di berbagai sektor, mulai dari manufaktur, pertanian, hingga layanan kesehatan. Kehadiran mereka memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Jepang, terutama dalam mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu. Selain itu, terdapat juga sekitar 7.000 pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di berbagai universitas dan institusi pendidikan di Jepang.
Jumlah WNI di Jepang saat ini mencakup sekitar 5 persen dari total warga asing dan 0,16 persen dari keseluruhan penduduk Jepang. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah WNI terus meningkat, proporsinya masih relatif kecil dibandingkan dengan populasi Jepang secara keseluruhan.
KBRI Tokyo juga menegaskan bahwa hubungan antara Indonesia dan Jepang tetap harmonis, terutama dalam kerja sama di bidang ketenagakerjaan yang telah berlangsung lama. Tahun 2025 ini menandai 67 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara, yang ditandai dengan berbagai kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
KBRI mengimbau agar masyarakat Indonesia di Jepang terus menjaga perilaku, menaati hukum yang berlaku, serta membina hubungan yang baik dengan masyarakat Jepang agar tidak menciptakan kesan negatif terhadap komunitas Indonesia secara keseluruhan. Imbauan ini menekankan pentingnya menjaga citra Indonesia di mata masyarakat Jepang dan menghormati budaya serta norma yang berlaku.
"Semua orang, setiap melakukan kunjungan ke negara manapun, termasuk juga orang asing ke Indonesia, tentunya wajib untuk menaati peraturan atau ketentuan yang berlaku di negara yang dikunjungi," ujar Al Aula. Pernyataan ini mengingatkan semua WNI di Jepang untuk selalu menghormati hukum dan budaya setempat agar dapat berinteraksi secara positif dengan masyarakat Jepang.
Sebagai kesimpulan, isu mengenai larangan pekerja migran Indonesia masuk Jepang mulai tahun 2026 adalah tidak benar. Kabar ini dipicu oleh aksi komunitas PSHT yang menuai kritik, namun tidak ada laporan pelanggaran hukum yang secara resmi disampaikan kepada KBRI. Jumlah WNI di Jepang justru terus meningkat, dan hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang tetap harmonis. Masyarakat Indonesia di Jepang diimbau untuk terus menjaga perilaku, menaati hukum, dan membina hubungan baik dengan masyarakat Jepang.
