Uang Sewa Naik Drastis, Tenant UMKM Blok M Serentak Hengkang

Uang Sewa Naik Drastis, Tenant UMKM Blok M Serentak Hengkang

Uang Sewa Naik Drastis, Tenant UMKM Blok M Serentak Hengkang

Gelombang eksodus massal melanda kawasan perbelanjaan legendaris Blok M, Jakarta Selatan, pada Jumat malam, 29 Agustus 2025. Puluhan tenant UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) serentak menutup toko mereka dan angkat kaki, meninggalkan tanda tanya besar tentang masa depan ekonomi kerakyatan di jantung kota metropolitan ini. Aksi dramatis ini bukan sekadar perpindahan bisnis, melainkan sebuah sinyal darurat yang mengindikasikan permasalahan struktural yang mengancam keberlangsungan UMKM di tengah gempuran modernisasi dan kepentingan korporasi.

Sutomo, Kepala Koperasi setempat yang menjadi garda terdepan dalam membela kepentingan para pedagang, mengungkapkan akar masalahnya. Menurutnya, gonjang-ganjing ini bermula dari peralihan pengelolaan Blok M ke tangan PT MRT Jakarta (Perseroda) pada awal tahun 2025. Perubahan kepemilikan ini membawa konsekuensi fatal: lonjakan harga sewa yang tidak masuk akal. Dari yang semula terjangkau, sekitar Rp 300 ribu per bulan, tiba-tiba meroket menjadi Rp 1,5 juta per bulan – sebuah angka yang mencekik bagi para pelaku UMKM dengan modal terbatas.

"Kalau saya tanda tangani kerja sama dengan pihak MRT, hak saya hilang," keluh Sutomo dengan nada getir. Ia merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) yang seharusnya melindungi UMKM, mengalokasikan 20% ruang usaha untuk mereka dengan harga sewa yang wajar, tidak lebih dari Rp 300 ribu per bulan. Kenaikan harga yang ugal-ugalan ini jelas melanggar semangat Perda dan mengabaikan keberadaan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi lokal.

Penolakan para penyewa dan koperasi untuk membayar sewa yang dinaikkan tanpa dasar yang jelas ini memicu konflik berkepanjangan. Pihak pengelola, alih-alih berdialog dan mencari solusi yang adil, justru mengambil tindakan represif. Pada Juni 2025, aliran listrik ke toko-toko UMKM diputus secara sepihak, sebuah taktik intimidasi yang bertujuan untuk memaksa para pedagang menandatangani perjanjian kerja sama yang merugikan. Tindakan ini tidak hanya melanggar hak-hak para penyewa, tetapi juga merusak iklim usaha yang sehat dan produktif.

Koperasi, sebagai wadah perjuangan para pedagang, tidak tinggal diam. Dengan mengorbankan dana internal, mereka melunasi tunggakan sewa para penyewa pada 28 Agustus 2025, demi menjaga denyut nadi ekonomi Blok M tetap berdetak. Sehari kemudian, perjanjian kerja sama antara koperasi dan MRT akhirnya ditandatangani, sebuah harapan semu bahwa masalah telah menemukan titik terang.

Namun, harapan itu pupus seketika. Pada Jumat malam, 30 Agustus 2025, setelah pelunasan tunggakan dilakukan, pihak pengelola justru menginstruksikan para penyewa untuk mengosongkan kios mereka, bahkan sebelum kewajiban kepada koperasi dilunasi. Para pedagang pun terpaksa meninggalkan Blok M dengan perasaan pahit dan terluka. "Hal ini sangat merugikan pihak koperasi yang sudah menomboki tunggakan-tunggakan para tenant selama berbulan-bulan kepada pengelola," ujar Sutomo dengan nada kekecewaan yang mendalam.

Eksodus massal ini tidak hanya berdampak pada para pedagang, tetapi juga pada citra Blok M sebagai pusat perbelanjaan yang inklusif dan ramah bagi UMKM. Aksi ini menjadi preseden buruk bagi pengelolaan ruang publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen pemerintah daerah dalam melindungi dan memberdayakan UMKM.

Gelombang pengungsian ini akhirnya sampai ke telinga Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Pada 3 September 2025, ia meninjau langsung lokasi kejadian, berusaha mencari tahu duduk perkara yang sebenarnya. Namun, kunjungannya justru menuai kontroversi.

Saat meninjau lokasi, Gubernur Pramono Anung mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan dan menyakitkan hati para pedagang. Ia menyatakan bahwa koperasi bisa dihentikan jika tidak mampu bekerja sama dengan pihak pengelola. Pernyataan ini, menurut Sutomo, sangat disayangkan karena tidak didahului dengan dialog yang konstruktif antara gubernur dan pihak koperasi. Sutomo merasa bahwa pernyataan tersebut seolah-olah menyudutkan koperasi sebagai pihak yang menaikkan harga sewa, padahal keputusan itu sepenuhnya berada di tangan pengelola MRT.

Pernyataan gubernur ini tidak hanya melukai perasaan para pedagang, tetapi juga menunjukkan kurangnya pemahaman tentang peran dan fungsi koperasi dalam membela kepentingan anggotanya. Koperasi seharusnya menjadi mitra pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan, bukan malah menjadi kambing hitam dalam konflik kepentingan.

Akibat kejadian ini, sebagian pedagang terpaksa pindah ke lokasi alternatif, seperti Blok M Hub dan Blok M Mall. Gubernur berjanji memberikan gratis sewa selama dua bulan pertama bagi pedagang yang bersedia kembali berdagang di Blok M Hub. Namun, perpindahan ini tidak serta merta menyelesaikan masalah. Pergeseran pengunjung tak terhindarkan, mengakibatkan penurunan omzet dan ketidakpastian bagi para pedagang. "Kalau pergeseran, sepi, untuk sementara ini pasti lah, seengaknya seminggu ke depan, tapi ga lama kok harusnya, semoga cepat membaik aja," ujar Sutomo dengan nada penuh harap.

Usai melakukan kunjungan, Pramono Anung memberikan keringanan biaya bagi pedagang yang terdampak kenaikan sewa kios di Plaza 2 atau District Blok M, Jakarta Selatan. Ia membebaskan biaya sewa selama dua bulan bagi pedagang yang direlokasi ke Blok M Hub. "Kalau mereka mau menggunakan tempat ini (Blok M Hub), maka nanti selama dua bulan kami berikan kebebasan, free, gratis, supaya mereka mau pindah ke tempat ini," ujar Pramono dalam keterangan pers, Rabu, 3 Agustus 2025.

Sebagai solusi, Pramono menawarkan kepada para pedagang untuk pindah ke Blok M Hub. Pemilihan lokasi tersebut menurut Pramono karena memiliki fasilitas lebih bersih, nyaman, tertata, dan berada di bawah pengelolaan PT MRT Jakarta (Perseroda). Ia berharap kebijakan ini mampu meredakan keresahan pedagang, mengingat Blok M sudah menjadi salah satu kawasan usaha ikonik yang digemari lintas generasi. "Karena saya tahu, Blok M ini sekarang menjadi hub baru bagi Jakarta. Saya tidak mau ini berkepanjangan. Ini harus segera diselesaikan," kata Pramono.

Namun, relokasi ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan usaha para pedagang. Apakah Blok M Hub dapat menggantikan daya tarik dan karakteristik unik Blok M yang lama? Apakah para pelanggan akan setia mengikuti para pedagang ke lokasi baru? Hanya waktu yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Kasus Blok M ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap UMKM. Modernisasi dan pembangunan infrastruktur tidak boleh mengorbankan kepentingan ekonomi kerakyatan. Pemerintah harus hadir sebagai mediator yang adil dan bijaksana, melindungi UMKM dari praktik-praktik bisnis yang tidak sehat dan memastikan keberlangsungan usaha mereka.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan ruang publik. Kenaikan harga sewa yang tidak masuk akal dan tindakan represif terhadap para penyewa menunjukkan adanya masalah dalam tata kelola yang perlu segera dibenahi. Pemerintah harus memastikan bahwa pengelolaan ruang publik dilakukan secara profesional dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas, bukan hanya segelintir pihak yang berkuasa.

Ke depan, perlu adanya dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengelola, dan para pedagang untuk mencari solusi jangka panjang yang adil dan berkelanjutan. Pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar aturan dan merugikan UMKM. Selain itu, perlu adanya regulasi yang lebih ketat untuk melindungi UMKM dari praktik-praktik bisnis yang tidak sehat dan memastikan keberlangsungan usaha mereka.

Kasus Blok M ini adalah cermin bagi kita semua. Ini adalah panggilan untuk bertindak, untuk melindungi dan memberdayakan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi bangsa. Jika kita gagal melindungi UMKM, maka kita akan kehilangan jati diri sebagai bangsa yang berdaulat dan berkeadilan sosial.

Uang Sewa Naik Drastis, Tenant UMKM Blok M Serentak Hengkang

More From Author

Soal Sorotan ‘Tanah Kosong’ Diambil Negara, Bagaimana Tanggapan Kementerian ATR/BPN?

KAI Yogyakarta Sediakan 391.480 Tempat Duduk saat Nataru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *