
Penyebab Melemahnya Industri Manufaktur pada Juni 2025
Penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) industri manufaktur Indonesia sebesar 0,5 poin pada Juni 2025 menjadi sorotan utama, mengindikasikan adanya perlambatan dalam sektor yang krusial bagi perekonomian nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengidentifikasi dua faktor utama yang berkontribusi terhadap tren negatif ini: penantian pelaku industri terhadap kebijakan pemerintah yang lebih pro-bisnis dan melemahnya permintaan pasar, baik di dalam negeri maupun di pasar ekspor.
Juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, dalam keterangan tertulisnya pada 1 Juli 2025, menekankan bahwa pelaku industri manufaktur sangat mengharapkan adanya intervensi kebijakan yang dapat melindungi pasar domestik dari serbuan produk impor murah. Harapan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pembatasan impor akan memberikan ruang lebih luas bagi produk dalam negeri untuk bersaing di pasar domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi dan mendorong pertumbuhan industri.
Salah satu kebijakan yang sangat dinantikan oleh para pengusaha adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Permendag ini mengatur tentang kebijakan impor dan dianggap oleh sebagian pelaku industri sebagai penghambat daya saing produk dalam negeri. Pemerintah telah mengambil langkah untuk merelaksasi aturan impor terhadap 10 komoditas melalui pencabutan permendag tersebut pada 30 Juni lalu. Namun, dampak positif dari kebijakan ini diperkirakan baru akan terasa dalam beberapa bulan mendatang, terutama bagi industri tekstil, pakaian jadi, dan aksesoris pakaian jadi.
Febri menjelaskan bahwa pengumuman kebijakan relaksasi impor ini merupakan sinyal positif bagi industri, khususnya bagi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT merupakan salah satu sektor manufaktur yang paling terpukul oleh serbuan produk impor murah, sehingga relaksasi aturan impor diharapkan dapat memberikan angin segar dan meningkatkan daya saing produk TPT dalam negeri.
Selain revisi Permendag, pelaku industri juga menantikan penetapan kebijakan perubahan pelabuhan masuk untuk produk impor jadi. Selama ini, produk impor kategori jadi dengan harga murah dapat masuk melalui berbagai pelabuhan di Indonesia, sehingga menyulitkan pengawasan dan pengendalian impor. Pembatasan pelabuhan masuk diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan impor dan mencegah masuknya produk impor ilegal atau yang tidak memenuhi standar kualitas.
Febri meyakini bahwa pembatasan pelabuhan masuk akan meningkatkan permintaan utilisasi industri dalam negeri yang bersaing ketat dengan produk impor murah dari negara produsen yang mengalami kelebihan pasokan. Dengan membatasi akses produk impor murah ke pasar domestik, industri dalam negeri akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan pangsa pasar dan utilisasi kapasitas produksi.
Selain kebijakan dalam negeri, Kemenperin juga menyoroti pentingnya perjanjian perdagangan internasional dalam mendukung pertumbuhan industri manufaktur. Pelaku industri manufaktur, terutama yang berorientasi ekspor, sangat menantikan penandatanganan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini diharapkan dapat mempermudah Indonesia untuk aktif membuka pasar baru di Uni Eropa, terutama untuk produk manufaktur Indonesia, sehingga dapat bersaing dengan produk dari negara lain.
Febri mengungkapkan bahwa pelaku industri optimis bahwa setelah penandatanganan IEU-CEPA, pasar Eropa akan terbuka lebar bagi produk ekspor mereka. IEU-CEPA akan memberikan akses preferensial bagi produk Indonesia ke pasar Uni Eropa, yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia. Hal ini akan meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekspor manufaktur.
Selain faktor kebijakan, Kemenperin juga menyoroti pelemahan permintaan pasar sebagai faktor yang berkontribusi terhadap penurunan PMI manufaktur. Permintaan pasar yang melemah, baik di dalam negeri maupun di pasar ekspor, menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan industri manufaktur.
Penurunan daya beli masyarakat di Indonesia juga menjadi perhatian utama. Inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat telah mengurangi daya beli masyarakat, yang pada gilirannya berdampak negatif terhadap permintaan produk manufaktur. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk menjaga stabilitas harga dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar daya beli masyarakat dapat pulih kembali.
Di pasar ekspor, permintaan dari negara-negara mitra dagang utama Indonesia juga mengalami penurunan. Perlambatan ekonomi global dan ketegangan geopolitik telah menyebabkan penurunan permintaan produk manufaktur dari Indonesia. Pemerintah perluDiversifikasi pasar ekspor dan meningkatkan daya saing produk Indonesia agar dapat menghadapi tantangan di pasar global.
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah komprehensif yang mencakup:
-
Peningkatan Daya Saing: Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan daya saing industri manufaktur melalui berbagai program, seperti peningkatan kualitas produk, pengembangan teknologi, dan peningkatan efisiensi produksi.
-
Pengembangan Sumber Daya Manusia: Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi industri manufaktur. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi agar dapat menghasilkan tenaga kerja yang kompeten dan siap kerja.
-
Penyederhanaan Regulasi: Regulasi yang rumit dan birokratis dapat menghambat investasi dan pertumbuhan industri manufaktur. Pemerintah perlu menyederhanakan regulasi dan meningkatkan efisiensi birokrasi agar dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif.
-
Peningkatan Infrastruktur: Infrastruktur yang memadai, seperti jalan, pelabuhan, dan bandara, sangat penting untuk mendukung kegiatan industri manufaktur. Pemerintah perlu terus berinvestasi dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur agar dapat meningkatkan efisiensi logistik dan mengurangi biaya transportasi.
-
Dukungan Pembiayaan: Akses terhadap pembiayaan yang terjangkau merupakan faktor penting bagi pertumbuhan industri manufaktur, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Pemerintah perlu memberikan dukungan pembiayaan kepada UKM melalui berbagai program, seperti kredit berbunga rendah dan penjaminan kredit.
-
Promosi Ekspor: Pemerintah perlu aktif mempromosikan produk manufaktur Indonesia di pasar global melalui berbagai kegiatan, seperti pameran dagang, misi dagang, dan promosi online.
-
Penguatan Kerja Sama Internasional: Pemerintah perlu terus memperkuat kerja sama internasional dengan negara-negara mitra dagang utama untuk meningkatkan akses pasar dan menarik investasi asing ke sektor manufaktur.
Dengan mengambil langkah-langkah yang tepat, pemerintah dapat mengatasi tantangan yang dihadapi oleh industri manufaktur dan mendorong pertumbuhan sektor ini. Industri manufaktur merupakan salah satu sektor kunci bagi perekonomian Indonesia, dan pertumbuhan sektor ini akan memberikan dampak positif bagi penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, dan peningkatan daya saing bangsa.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan isu-isu lingkungan dan keberlanjutan dalam pengembangan industri manufaktur. Industri manufaktur harus beroperasi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan agar tidak merusak lingkungan hidup dan sumber daya alam. Pemerintah perlu mendorong industri manufaktur untuk mengadopsi teknologi bersih dan praktik-praktik berkelanjutan dalam kegiatan produksinya.
Dengan memperhatikan isu-isu lingkungan dan keberlanjutan, industri manufaktur Indonesia dapat tumbuh secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
