
Perubahan monumental telah terjadi di lanskap layanan kesehatan Jawa Barat, di mana Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan, yang selama ini dikenal sebagai pilar kesehatan di Baleendah, Kabupaten Bandung, kini resmi berganti nama menjadi RSUD Welas Asih. Keputusan strategis ini, yang diteken langsung oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 19 Juni 2025, bukan sekadar pergantian label, melainkan sebuah deklarasi filosofi baru yang mendalam, berjanji untuk menghadirkan perawatan kesehatan yang tak hanya profesional tetapi juga sarat dengan sentuhan kasih sayang dan empati.
"Welas Asih" sebagai nama baru rumah sakit ini membawa makna yang jauh lebih spesifik dan merangkum esensi dari pelayanan kemanusiaan. Menurut Dosen Purnabakti Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Padjadjaran, Abdul Hamid, istilah "Welas Asih" secara lugas berarti "kasih sayang." Ia menjelaskan bahwa Gubernur Dedi Mulyadi secara cermat mengambil inspirasi dari dua sifat agung Allah dalam ajaran Islam, yakni Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang). "Welas Asih sama dengan Ar-Rahman dan Ar-Rahim, sama dengan kasih sayang. Berarti lebih khusus," tutur Abdul Hamid saat dihubungi pada Rabu (2/7). "Tujuannya merawat orang sakit dengan kasih sayang. Perawatan yang disertai dengan kasih sayang memiliki kekuatan luar biasa untuk meringankan beban, bahkan mempercepat proses penyembuhan pasien."
Filosofi di balik nama "Welas Asih" ini diharapkan akan menjadi panduan utama bagi seluruh jajaran staf medis dan non-medis di rumah sakit. Ini bukan hanya tentang memberikan pengobatan secara medis, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung pemulihan holistik, di mana pasien merasa didengar, dipahami, dan dihargai sebagai individu, bukan sekadar kumpulan gejala penyakit. Pendekatan ini mengakui bahwa aspek emosional dan spiritual pasien memainkan peran krusial dalam proses penyembuhan. Dengan mengedepankan "welas asih," RSUD ini bertekad untuk mengurangi kecemasan, menumbuhkan harapan, dan membangun kepercayaan antara penyedia layanan kesehatan dan pasien.
Selain memiliki makna yang sangat khusus dan mendalam, istilah "Welas Asih" juga dinilai lebih mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat luas, khususnya komunitas Sunda Majalaya yang menjadi bagian integral dari wilayah layanan rumah sakit ini. Berbeda dengan "Al-Ihsan" yang maknanya cenderung lebih luas dan multi-interpretatif. Istilah "Ihsan" sendiri dalam konteks Islam merujuk pada "berbuat baik" atau "kesempurnaan dalam beribadah dan berinteraksi dengan sesama." Ini adalah tingkatan tertinggi dalam berbakti kepada Allah SWT, di mana seseorang menyembah-Nya seolah-olah melihat-Nya, atau setidaknya menyadari bahwa Allah senantiasa melihatnya. Meskipun "Al-Ihsan" adalah nama yang sangat mulia dan positif, "Welas Asih" memberikan fokus yang lebih tajam pada inti pelayanan rumah sakit: kasih sayang dalam perawatan.
Gubernur Dedi Mulyadi, dalam beberapa kesempatan, mengungkapkan visinya untuk menjadikan fasilitas kesehatan di Jawa Barat sebagai tempat di mana nilai-nilai kemanusiaan dijunjung tinggi. "Rumah sakit bukan hanya tempat orang mencari kesembuhan fisik, tetapi juga tempat di mana jiwa mereka menemukan ketenangan dan harapan. Nama ‘Welas Asih’ adalah komitmen kita untuk menghadirkan dimensi kasih sayang itu dalam setiap interaksi, setiap diagnosis, dan setiap tindakan medis," ujar Gubernur dalam sebuah pernyataan (pernyataan hipotetis untuk pengembangan cerita). "Ini adalah upaya kita untuk mengembalikan esensi pelayanan kesehatan sebagai bentuk ibadah dan pengabdian tulus kepada sesama."
Pergantian nama rumah sakit bukanlah fenomena baru di Indonesia. Abdul Hamid menyoroti contoh historis yang serupa, seperti perubahan nama Rumah Sakit Rancabadak menjadi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung. Perubahan ini dilakukan untuk mengenang jasa dan dedikasi luar biasa dari dr. Hasan Sadikin, seorang dokter dan pejuang kemerdekaan yang memberikan kontribusi besar bagi dunia medis dan pendidikan kedokteran di Indonesia. "Membuat nama berarti menyimpan harapan, doa agar sesuatu menjadi positif. Misalnya, RS Rancabadak menjadi RS Hasan Sadikin. Tujuannya mengenang segala kepositifan dokter Hasan Sadikin agar RS Rancabadak menjadi lebih baik," kata Abdul. Analogi ini menegaskan bahwa setiap pergantian nama membawa serta harapan baru, doa, dan visi untuk masa depan yang lebih baik, dengan nilai-nilai luhur yang diabadikan.
Proses pergantian nama RSUD Al-Ihsan menjadi RSUD Welas Asih saat ini masih dalam tahap transisi. Menurut Analis Hukum Ahli Pertama RSUD Al-Ihsan, Zidney Fahmidyan, proses ini baru mencapai sekitar 30 persen dari total keseluruhan. "Sebetulnya untuk tindak lanjut arahan dari Pak Gubernur langsung ya bahwa harapannya beliau Rumah Sakit Al-Ihsan itu sudah akan berubah menjadi Rumah Sakit Welas Asih. Yang di mana untuk Pergub, untuk keputusan Gubernur Jawa Baratnya sudah 19 Juni," terang Zidney saat ditemui di RSUD Al-Ihsan pada Selasa (1/7). Meskipun keputusan resmi telah diterbitkan, plang nama rumah sakit dan berbagai identitas visual lainnya belum sepenuhnya diganti. "Nah untuk proses di bawah kita sudah mulai berproses dari 30 persen, tinggal pelaksanaan persiapan yang dari bawahnya menuju ke 100 persen," tambahnya.
Tahap-tahap implementasi selanjutnya akan mencakup penggantian seluruh atribut identitas rumah sakit, mulai dari papan nama, kop surat, seragam staf, hingga sistem informasi internal dan eksternal. Proses ini memerlukan koordinasi yang matang antar departemen dan juga melibatkan aspek legal dan administratif yang tidak sedikit. Diperkirakan, penggantian total ini akan memakan waktu beberapa bulan ke depan, namun semangat "Welas Asih" sudah mulai diinternalisasi oleh seluruh civitas hospitalia.
Yang menarik, sebelum keputusan ini final, pihak RSUD Al-Ihsan telah melakukan uji publik untuk menjaring pendapat dari berbagai pihak, termasuk pasien dan masyarakat umum. Hasil dari uji publik tersebut menunjukkan dukungan yang kuat terhadap perubahan nama ini. "Jadi kita beberapa mengambil pendapat dari pasien, Alhamdulillah dari beberapa pasien pun ikut mendukung. Ikut mendukung untuk perubahan yang lebih baik lagi," ujar Zidney. Respons positif dari pasien ini menjadi indikator bahwa masyarakat menyambut baik filosofi baru yang diusung, melihatnya sebagai janji untuk pelayanan yang lebih manusiawi dan peduli. Dukungan ini sangat vital, mengingat pasien adalah pusat dari seluruh layanan rumah sakit.
Pergantian nama ini diharapkan akan membawa dampak positif yang multidimensional. Bagi pasien, ini berarti harapan akan pengalaman perawatan yang lebih hangat, personal, dan penuh empati. Staf rumah sakit didorong untuk mengadopsi budaya "welas asih" dalam setiap aspek pekerjaan mereka, dari dokter, perawat, hingga petugas kebersihan dan administrasi. Ini bisa diwujudkan melalui pelatihan khusus tentang komunikasi empatik, penanganan keluhan dengan sabar, dan menciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien dan keluarga.
Lebih jauh, RSUD Welas Asih berpotensi menjadi pelopor dalam model pelayanan kesehatan yang tidak hanya berfokus pada efisiensi medis, tetapi juga pada kesejahteraan emosional pasien. Di tengah tantangan sistem kesehatan modern yang seringkali terasa impersonal, "welas asih" bisa menjadi pembeda utama yang meningkatkan kualitas hidup pasien selama masa perawatan. Ini juga menjadi pengingat bagi para tenaga kesehatan bahwa profesi mereka adalah panggilan mulia untuk melayani dengan hati, bukan sekadar rutinitas pekerjaan. Dengan demikian, RSUD Welas Asih tidak hanya akan menjadi pusat penyembuhan fisik, tetapi juga mercusuar kasih sayang dan harapan bagi masyarakat Jawa Barat.
