
Pengusaha Tekstil Siap-siap Cari Pasar Baru jika Tarif Impor 32 Persen Berlaku
Kabar kurang sedap menghampiri industri tekstil dan garmen Indonesia. Kebijakan pemerintah Amerika Serikat yang akan mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia, mulai 1 Agustus 2025, menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi para pelaku usaha. Dampak langsung dari kebijakan ini diperkirakan akan sangat signifikan, memaksa para pengusaha untuk segera mengambil langkah antisipasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, mengungkapkan bahwa para pengusaha masih berharap pemerintah AS bersedia mempertimbangkan kembali dan menurunkan tarif yang telah ditetapkan. Namun, jika harapan tersebut tidak terwujud, maka opsi yang paling realistis adalah mencari alternatif pasar ekspor baru.
"Risikonya, kami (pengusaha) harus membuat manuver perdagangan ke negara lain yang non-Amerika. Salah satu tantangan terberatnya adalah menggeser market ke negara lain. Itu challenges," ujar Danang saat dihubungi oleh awak media.
Mengalihkan tujuan ekspor ke negara lain bukanlah perkara mudah dan tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Menurut Danang, membangun pasar baru dengan negara lain membutuhkan waktu setidaknya satu tahun. Proses ini melibatkan serangkaian kegiatan, mulai dari riset pasar untuk mengidentifikasi negara-negara potensial, hingga membangun jaringan dengan para pembeli dan distributor di negara-negara tersebut. Selain itu, pengusaha juga perlu menyesuaikan produk mereka dengan preferensi dan standar yang berlaku di pasar baru.
Saat ini, Amerika Serikat merupakan pasar yang sangat penting bagi industri tekstil Indonesia. Negara Paman Sam mampu menyerap hingga 40 persen dari total ekspor tekstil Indonesia. Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa persentase ini sangat besar dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, para pengusaha harus memutar otak untuk mengompensasi atau mengalihkan porsi ekspor yang selama ini ditujukan ke Amerika Serikat ke negara-negara potensial lainnya.
Tantangan utama dalam mencari pasar baru adalah menemukan negara-negara yang memiliki daya serap yang cukup besar untuk menggantikan pasar Amerika Serikat. Pasar ekspor negara-negara lain umumnya tidak sebesar Amerika Serikat, sehingga pengusaha perlu menciptakan banyak pasar baru untuk mencapai volume ekspor yang setara.
"Supaya secara total itu bisa mendekati besarnya atau size market-nya AS," ujar Danang.
Selain mencari pasar ekspor baru, alternatif lain yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan pasar domestik. Namun, pasar Indonesia saat ini sudah dibanjiri oleh impor barang jadi, terutama yang ilegal. Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat dan menyulitkan para pengusaha tekstil lokal untuk bersaing.
Menyadari kondisi ini, API meminta pemerintah untuk segera mengambil tindakan dengan mengeluarkan kebijakan protektif yang dapat melindungi industri tekstil dalam negeri dari serbuan barang impor. Kebijakan protektif ini dapat diterbitkan dalam dua bentuk, yaitu kebijakan non-tarif barrier atau tarif barrier.
Kebijakan non-tarif barrier dapat berupa penerapan standar kualitas yang ketat, pembatasan kuota impor, atau penerapan prosedur kepabeanan yang rumit. Sementara itu, tarif barrier dapat berupa pengenaan bea masuk yang tinggi terhadap barang-barang impor.
"Kebijakan protektif ini akan mengurangi luberan barang-barang luar negeri yang masuk ke Indonesia, khususnya produk-produk jadi," tegas Danang.
Penerapan kebijakan protektif diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi industri tekstil dalam negeri. Dengan demikian, para pengusaha dapat lebih fokus untuk meningkatkan daya saing produk mereka dan memperluas pasar ekspor ke negara-negara lain.
Lebih lanjut, Danang menekankan bahwa pemerintah perlu memberikan dukungan yang lebih besar kepada industri tekstil, terutama dalam hal promosi ekspor dan pengembangan teknologi. Promosi ekspor dapat dilakukan melalui partisipasi dalam pameran dagang internasional, penyelenggaraan misi dagang ke negara-negara potensial, dan penyediaan informasi pasar yang akurat dan terkini. Sementara itu, pengembangan teknologi dapat dilakukan melalui pemberian insentif kepada perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, serta pelatihan bagi tenaga kerja di sektor tekstil.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap impor ilegal barang jadi. Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku impor ilegal akan memberikan efek jera dan melindungi industri tekstil dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat.
Dengan dukungan yang komprehensif dari pemerintah, industri tekstil Indonesia diharapkan dapat mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif impor Amerika Serikat dan terus tumbuh menjadi salah satu sektor unggulan dalam perekonomian nasional.
Para pengusaha tekstil juga menyadari pentingnya untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas produk mereka agar dapat bersaing di pasar global. Investasi dalam teknologi baru dan pelatihan tenaga kerja merupakan kunci untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Selain itu, pengusaha juga perlu memperhatikan tren pasar dan mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen.
Diversifikasi produk juga merupakan strategi penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis produk atau pasar. Pengusaha dapat mengembangkan produk-produk tekstil yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti produk tekstil ramah lingkungan atau produk tekstil dengan desain yang unik dan inovatif.
Dalam menghadapi tantangan yang berat ini, kerjasama antara pemerintah, pengusaha, dan asosiasi industri sangat penting. Dengan bersatu dan bekerja sama, industri tekstil Indonesia dapat mengatasi hambatan dan terus berkembang menjadi sektor yang kuat dan berdaya saing.
Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mendukung industri tekstil, termasuk mengeluarkan kebijakan protektif yang efektif, memberikan insentif untuk investasi dan pengembangan teknologi, serta meningkatkan pengawasan terhadap impor ilegal.
Para pengusaha tekstil juga diharapkan dapat terus berinovasi dan meningkatkan kualitas produk mereka, serta mencari pasar ekspor baru untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat.
Dengan kerjasama yang solid dan komitmen yang kuat, industri tekstil Indonesia dapat mengatasi tantangan dan terus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan tarif impor Amerika Serikat memang merupakan pukulan yang berat, namun bukan berarti industri tekstil Indonesia tidak memiliki harapan. Dengan strategi yang tepat dan dukungan yang memadai, industri tekstil Indonesia dapat bangkit kembali dan terus bersaing di pasar global.
