
Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Membesar, Apa Saja Dampaknya?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini menyampaikan proyeksi yang mengkhawatirkan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025. Defisit APBN diperkirakan akan mencapai Rp 662 triliun, setara dengan 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini melampaui target awal pemerintah yang menetapkan defisit sebesar Rp 616 triliun atau 2,53 persen dari PDB. Pelebaran defisit ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampaknya terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk mengatasi defisit yang membengkak ini, Sri Mulyani telah mengajukan permohonan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar sisa anggaran lebih (SAL) senilai Rp 85,6 triliun dapat dimanfaatkan. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada penerbitan surat utang untuk menutupi kekurangan anggaran.
"Dengan demikian, kenaikan defisit tidak seluruhnya harus ditutup melalui penerbitan surat utang, melainkan juga dapat memanfaatkan kas yang tersedia," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Selasa, 1 Juli 2025. Sebagai informasi tambahan, sisa saldo akhir tahun pada APBN 2024 tercatat sebesar Rp 457,5 triliun.
Secara rinci, Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa total penerimaan negara pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp 2.865,5 triliun, atau 95,4 persen dari target APBN. Dari total penerimaan tersebut, sektor pajak diharapkan menyumbang Rp 2.076,9 triliun, atau 94,9 persen dari target. Sementara itu, penerimaan dari bea dan cukai diproyeksikan mencapai Rp 310,4 triliun, atau 102,9 persen dari target. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan sebesar Rp 477,2 triliun, atau setara dengan 92,9 persen dari target.
Memahami Defisit APBN: Lebih dari Sekadar Angka
Defisit APBN, secara sederhana, adalah kondisi ketika pengeluaran negara lebih besar daripada pendapatan yang diterima. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan penerimaan pajak akibat perlambatan ekonomi, peningkatan belanja pemerintah untuk infrastruktur atau program sosial, atau kombinasi dari keduanya. Defisit APBN bukanlah fenomena baru dan seringkali terjadi di berbagai negara, terutama dalam situasi krisis atau ketika pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, defisit yang berkelanjutan dan tidak terkendali dapat menimbulkan berbagai masalah ekonomi yang serius.
Dampak Berantai Defisit APBN terhadap Perekonomian
Membesarnya defisit APBN dapat memicu serangkaian dampak negatif yang merugikan berbagai sektor ekonomi. Dampak-dampak ini dapat dirasakan oleh pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat secara luas.
- Tekanan pada Suku Bunga: Salah satu konsekuensi utama dari defisit APBN adalah potensi kenaikan suku bunga. Ketika pemerintah membutuhkan dana tambahan untuk menutupi defisit, mereka seringkali menerbitkan surat utang. Peningkatan pasokan surat utang di pasar dapat mendorong suku bunga naik, karena investor akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko yang lebih besar. Kenaikan suku bunga ini dapat berdampak negatif pada investasi, karena biaya pinjaman menjadi lebih mahal bagi perusahaan. Selain itu, kenaikan suku bunga juga dapat membebani konsumen yang memiliki kredit, seperti kredit rumah atau kredit kendaraan.
- Inflasi yang Menggerogoti: Defisit APBN juga dapat memicu inflasi, yaitu kenaikan harga barang dan jasa secara umum. Pemerintah mungkin memilih untuk mencetak uang baru untuk menutupi defisit, yang dapat meningkatkan jumlah uang beredar di masyarakat. Peningkatan jumlah uang beredar tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi barang dan jasa dapat menyebabkan inflasi. Inflasi dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berpenghasilan tetap. Selain itu, inflasi juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan membuat perencanaan keuangan menjadi lebih sulit.
- Penurunan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Kenaikan suku bunga dan inflasi yang disebabkan oleh defisit APBN dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat membuat perusahaan menunda atau membatalkan rencana investasi mereka. Selain itu, inflasi dapat mengurangi keuntungan perusahaan dan membuat mereka enggan untuk berinvestasi. Penurunan investasi dapat menyebabkan penurunan produksi, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi.
- Beban Utang yang Semakin Berat: Defisit APBN yang berkelanjutan dapat menyebabkan akumulasi utang pemerintah yang semakin besar. Pemerintah harus membayar bunga dan pokok utang setiap tahun, yang dapat membebani anggaran negara. Semakin besar utang pemerintah, semakin besar pula risiko gagal bayar (default). Gagal bayar dapat merusak reputasi negara dan membuat investor enggan untuk meminjamkan uang di masa depan.
- Ketidakstabilan Keuangan: Defisit APBN yang besar dan tidak terkendali dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan. Investor mungkin kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah untuk mengelola keuangan negara dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang, capital flight (pelarian modal), dan krisis keuangan.
- Pengurangan Belanja Publik: Untuk mengatasi defisit APBN, pemerintah mungkin terpaksa mengurangi belanja publik, seperti belanja untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pengurangan belanja publik dapat berdampak negatif pada kualitas layanan publik dan pembangunan ekonomi.
- Distorsi Ekonomi: Defisit APBN dapat menyebabkan distorsi ekonomi, yaitu alokasi sumber daya yang tidak efisien. Pemerintah mungkin memberikan subsidi atau insentif kepada sektor-sektor tertentu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, subsidi dan insentif ini dapat mengganggu mekanisme pasar dan menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak optimal.
Strategi Mengatasi Defisit APBN: Jalan Panjang dan Berkelanjutan
Mengatasi defisit APBN bukanlah tugas yang mudah dan membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah dan semua pihak terkait. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisit APBN antara lain:
- Meningkatkan Penerimaan Negara: Pemerintah perlu berupaya meningkatkan penerimaan negara dari berbagai sumber, seperti pajak, bea cukai, dan PNBP. Peningkatan penerimaan pajak dapat dilakukan dengan memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan pajak, dan memberantas praktik penghindaran pajak. Peningkatan penerimaan bea cukai dapat dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai. Peningkatan penerimaan PNBP dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pengelolaan aset negara dan meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya alam.
- Mengendalikan Belanja Negara: Pemerintah perlu mengendalikan belanja negara dan memastikan bahwa setiap pengeluaran dilakukan secara efisien dan efektif. Pengendalian belanja negara dapat dilakukan dengan memprioritaskan program-program yang memiliki dampak besar terhadap perekonomian dan masyarakat, mengurangi belanja yang tidak perlu, dan meningkatkan efisiensi pengadaan barang dan jasa.
- Reformasi Struktural: Pemerintah perlu melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Reformasi struktural dapat dilakukan dengan memperbaiki iklim investasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mengembangkan infrastruktur, dan mendorong inovasi.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Informasi mengenai anggaran negara harus tersedia secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat. Pemerintah juga harus bertanggung jawab atas setiap pengeluaran yang dilakukan.
- Kerja Sama Internasional: Pemerintah perlu menjalin kerja sama internasional dengan negara-negara lain dan organisasi internasional untuk mengatasi masalah defisit APBN. Kerja sama internasional dapat dilakukan dengan mencari pinjaman atau hibah dari negara-negara lain atau organisasi internasional, berbagi informasi dan pengalaman mengenai pengelolaan keuangan negara, dan berkoordinasi dalam kebijakan ekonomi.
Membesarnya defisit APBN merupakan tantangan yang serius bagi perekonomian Indonesia. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi defisit tersebut dan meminimalkan dampaknya terhadap perekonomian. Keberhasilan mengatasi defisit APBN akan sangat bergantung pada komitmen pemerintah, kerja sama dari semua pihak, dan dukungan dari masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa defisit APBN bukanlah akhir dari segalanya. Dengan pengelolaan yang baik dan strategi yang tepat, defisit APBN dapat diatasi dan perekonomian Indonesia dapat kembali tumbuh dan berkembang.
