Pemerintah Disebut Masih Berutang Rp 5,17 Triliun ke Asabri, Kondisi Keuangan Perusahaan Tertekan

Pemerintah Disebut Masih Berutang Rp 5,17 Triliun ke Asabri, Kondisi Keuangan Perusahaan Tertekan

Pemerintah Disebut Masih Berutang Rp 5,17 Triliun ke Asabri, Kondisi Keuangan Perusahaan Tertekan

Jakarta – PT Asabri (Persero), badan usaha milik negara yang bergerak di bidang asuransi sosial bagi prajurit TNI, anggota Polri, dan aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri, mengungkapkan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, masih memiliki kewajiban pembayaran atau utang sebesar Rp 5,17 triliun kepada perusahaan. Direktur Utama Asabri, Jeffry Haryadi P. Manullang, menyampaikan informasi ini dalam rapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Selasa, 1 Juli 2025.

"Kami berharap piutang ini dapat kami peroleh di tahun 2025," ujar Jeffry, mengungkapkan harapan perusahaan atas pelunasan utang tersebut.

Piutang yang dimaksud berkaitan erat dengan istilah unfunded past service liability (UPSL), yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kewajiban pembayaran manfaat pensiun yang belum dibayarkan oleh pemerintah kepada para peserta Asabri. Jeffry menjelaskan bahwa pemerintah telah mengakui besaran UPSL Asabri ini berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-310/MK.02/10/2024 tertanggal 27 Maret 2025, yang secara spesifik membahas Pengakuan dan Penetapan UPSL Program Tabungan Hari Tua yang dikelola oleh Asabri pada tahun 2023. Pengakuan ini menjadi dasar bagi Asabri untuk menagih piutang tersebut kepada pemerintah.

Namun, tertundanya pembayaran UPSL ini berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan Asabri. Jeffry mengungkapkan bahwa pendapatan bersih perseroan mengalami penurunan yang cukup tajam, mencapai 66,77 persen. Pada tahun 2024, pendapatan Asabri tercatat hanya sebesar Rp 2,53 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7,39 triliun.

"Pendapatan bersih tahun 2024 mengalami penurunan dikarenakan pada tahun 2023 perusahaan mengakui piutang premi UPSL," jelas Jeffry, menggarisbawahi dampak langsung dari belum dibayarkannya utang pemerintah terhadap pendapatan perusahaan.

Kondisi ini, pada gilirannya, turut memengaruhi laba bersih Asabri. Sepanjang tahun 2024, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 283 miliar, menurun 41,49 persen dibandingkan dengan laba bersih tahun 2023 yang mencapai Rp 483 miliar. Penurunan laba bersih ini tentu menjadi perhatian serius bagi manajemen Asabri, mengingat hal ini dapat memengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya kepada para peserta.

Jeffry menekankan bahwa jika piutang ini dapat dilunasi oleh pemerintah, maka struktur aset dan permodalan Asabri akan menjadi lebih kuat. Dana yang diperoleh dari pelunasan utang tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan dana investasi perusahaan, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para peserta.

Asabri sendiri saat ini tengah menghadapi sejumlah tantangan keuangan yang cukup kompleks. Salah satunya adalah fakta bahwa jumlah aset investasi yang dimiliki oleh perseroan belum mampu memberikan hasil yang optimal untuk menutup selisih antara pembayaran klaim dengan penerimaan premi. Dengan kata lain, Asabri memiliki aset investasi non-produktif yang lebih besar dibandingkan dengan aset investasi produktif. Hal ini tentu menjadi perhatian, karena aset investasi non-produktif tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan perusahaan.

Selain itu, Asabri juga menghadapi beban klaim yang lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan premi. Kondisi ini menyebabkan perseroan membutuhkan pendapatan lain untuk menutup selisih antara premi dan beban klaim. Sejak tahun 2017, selisih tersebut dipenuhi dari hasil investasi dan likuidasi aset investasi. Namun, strategi ini tentu tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang, karena dapat menggerogoti aset perusahaan.

Menyadari kondisi tersebut, pada tahun lalu Asabri mengajukan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3,61 triliun kepada pemerintah. Namun, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memutuskan bahwa negara hanya dapat menyuntik modal sebesar Rp 2,7 triliun. Meskipun demikian, suntikan modal ini tetap diharapkan dapat membantu Asabri untuk mengatasi masalah keuangan yang sedang dihadapi.

Jeffry mengungkapkan bahwa perseroan berencana untuk segera bertemu dengan pengurus Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk merealisasikan penyertaan modal negara tersebut. "Kami sedang melakukan upaya, dalam minggu ini kami bertemu Danantara untuk membicarakan peluang realisasi PMN," kata Jeffry, menunjukkan keseriusan perusahaan dalam memanfaatkan peluang tersebut.

DPR sendiri memberikan dukungan terhadap rencana Asabri dalam mengajukan modal kepada negara. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari upaya perbaikan ekuitas perusahaan. Wakil Ketua Komisi VI DPR, Andre Rosiade, menyatakan bahwa pihaknya mendukung langkah tersebut, namun dengan catatan bahwa hal ini harus diikuti dengan reformasi pelayanan, efisiensi internal, dan peningkatan transparansi kepada para peserta.

Terkait dengan masalah piutang, Andre Rosiade menegaskan bahwa Komisi VI DPR meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah ini agar tidak mengganggu likuiditas jangka panjang perseroan. DPR menyadari bahwa keterlambatan pembayaran utang pemerintah dapat berdampak negatif terhadap kemampuan Asabri untuk memenuhi kewajibannya kepada para peserta.

Secara lebih rinci, masalah yang dihadapi Asabri dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Kewajiban Pembayaran Pensiun yang Belum Dibayar (UPSL): Pemerintah memiliki kewajiban untuk membayar manfaat pensiun kepada peserta Asabri, yang dikenal sebagai unfunded past service liability (UPSL). Jumlah UPSL yang belum dibayar mencapai Rp 5,17 triliun.

  2. Penurunan Pendapatan Bersih: Tertundanya pembayaran UPSL menyebabkan pendapatan bersih Asabri menurun drastis, yaitu sebesar 66,77 persen. Hal ini berdampak negatif terhadap kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.

  3. Penurunan Laba Bersih: Akibat penurunan pendapatan bersih, laba bersih Asabri juga mengalami penurunan yang signifikan, yaitu sebesar 41,49 persen. Penurunan laba bersih ini dapat memengaruhi kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya kepada para peserta.

  4. Aset Investasi Non-Produktif: Asabri memiliki aset investasi non-produktif yang lebih besar dibandingkan dengan aset investasi produktif. Hal ini menyebabkan perusahaan kesulitan untuk menghasilkan pendapatan yang optimal dari investasi.

  5. Beban Klaim Lebih Tinggi dari Penerimaan Premi: Beban klaim yang harus dibayarkan oleh Asabri lebih tinggi dibandingkan dengan penerimaan premi. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencari sumber pendapatan lain untuk menutupi selisih tersebut.

  6. Ketergantungan pada Hasil Investasi dan Likuidasi Aset: Sejak tahun 2017, Asabri memenuhi selisih antara premi dan beban klaim dari hasil investasi dan likuidasi aset investasi. Namun, strategi ini tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang.

  7. Pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN): Untuk mengatasi masalah keuangan yang dihadapi, Asabri mengajukan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3,61 triliun kepada pemerintah. Namun, pemerintah hanya menyetujui PMN sebesar Rp 2,7 triliun.

  8. Upaya Realisasi PMN: Asabri sedang berupaya untuk merealisasikan PMN yang telah disetujui oleh pemerintah. Perusahaan berencana untuk bertemu dengan pengurus Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) untuk membahas peluang realisasi PMN tersebut.

  9. Dukungan DPR: DPR memberikan dukungan terhadap upaya Asabri dalam mengajukan modal kepada negara. Namun, DPR mengingatkan bahwa hal ini harus diikuti dengan reformasi pelayanan, efisiensi internal, dan peningkatan transparansi kepada para peserta.

  10. Desakan DPR untuk Penyelesaian Piutang: DPR mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah piutang agar tidak mengganggu likuiditas jangka panjang Asabri.

Menanggapi permasalahan ini, beberapa solusi yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah:

  • Pelunasan Utang Pemerintah: Pemerintah perlu segera melunasi utang UPSL sebesar Rp 5,17 triliun kepada Asabri. Pelunasan utang ini akan meningkatkan likuiditas perusahaan dan memungkinkan Asabri untuk berinvestasi lebih banyak.

  • Restrukturisasi Aset Investasi: Asabri perlu melakukan restrukturisasi aset investasi untuk meningkatkan proporsi aset investasi produktif. Hal ini dapat dilakukan dengan menjual aset investasi non-produktif dan menginvestasikan dana tersebut ke dalam aset investasi yang lebih menguntungkan.

  • Peningkatan Efisiensi Operasional: Asabri perlu meningkatkan efisiensi operasional untuk mengurangi beban klaim. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan audit terhadap proses klaim dan memperbaiki sistem pengelolaan risiko.

  • Diversifikasi Sumber Pendapatan: Asabri perlu melakukan diversifikasi sumber pendapatan untuk mengurangi ketergantungan pada hasil investasi dan likuidasi aset. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan produk-produk asuransi baru yang lebih menarik bagi para peserta.

  • Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas: Asabri perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempublikasikan laporan keuangan secara berkala dan melibatkan pihak eksternal dalam proses audit.

  • Pengawasan yang Lebih Ketat: Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengelolaan keuangan Asabri. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim pengawas independen yang bertugas untuk memantau kinerja keuangan perusahaan dan memberikan rekomendasi perbaikan.

Dengan implementasi solusi-solusi tersebut, diharapkan Asabri dapat mengatasi masalah keuangan yang sedang dihadapi dan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Hal ini akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi para peserta Asabri, yang merupakan prajurit TNI, anggota Polri, dan aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri.

Penting untuk diingat bahwa Asabri memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan jaminan sosial bagi para abdi negara. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR perlu memberikan dukungan yang maksimal kepada Asabri agar perusahaan dapat terus menjalankan tugasnya dengan baik.

Pemerintah Disebut Masih Berutang Rp 5,17 Triliun ke Asabri, Kondisi Keuangan Perusahaan Tertekan

More From Author

Dibuka Tahun Ini, Dikbud Kalbar Siapkan Sekolah Rakyat untuk Anak Miskin Ekstrem

Walkot Yogya Gelar Lomba Pungut Puntung Rokok di Malioboro, Beri Hadiah Rp1 Juta: Sebuah Inisiatif Edukatif untuk Malioboro Bersih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *