BI Rate Turun Lagi, Perry: Kami Sudah All Out Dukung Pertumbuhan Ekonomi

BI Rate Turun Lagi, Perry: Kami Sudah All Out Dukung Pertumbuhan Ekonomi

BI Rate Turun Lagi, Perry: Kami Sudah All Out Dukung Pertumbuhan Ekonomi

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan komitmen penuh Bank Indonesia (BI) dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Penegasan ini menyusul keputusan BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dinamika ekonomi global dan domestik, serta sebagai upaya proaktif untuk mendorong aktivitas ekonomi yang lebih kuat. Penurunan suku bunga acuan ini juga diikuti dengan penurunan suku bunga deposit facility menjadi 4,5 persen dan suku bunga lending facility menjadi 6 persen.

"Bank Indonesia sudah all out untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk juga mendorong kredit pembiayaan perbankan," ujar Perry dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu, 16 Juli 2025. Perry menekankan bahwa penurunan suku bunga hanyalah salah satu dari serangkaian kebijakan yang telah dan akan terus ditempuh BI untuk mencapai tujuan tersebut. Selain penurunan suku bunga, BI juga aktif meningkatkan likuiditas di pasar melalui operasi moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Keputusan BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan ini didasari oleh beberapa pertimbangan utama. Pertama, inflasi yang terkendali dan berada dalam sasaran yang ditetapkan oleh BI. Inflasi yang stabil memberikan ruang bagi BI untuk mengambil kebijakan yang lebih akomodatif guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, prospek pertumbuhan ekonomi global yang masih belum pasti dan berpotensi memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Penurunan suku bunga diharapkan dapat membantu meningkatkan daya saing ekspor Indonesia di pasar global. Ketiga, perlunya mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang masih relatif lambat. Penurunan suku bunga diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman dan mendorong permintaan kredit dari sektor riil.

Perry menjelaskan bahwa BI juga telah mengambil langkah-langkah lain untuk meningkatkan likuiditas di pasar dan mendorong penyaluran kredit oleh perbankan. Salah satunya adalah dengan memberikan insentif likuiditas makroprudensial dalam jumlah yang signifikan. Hingga minggu pertama Juli 2025, BI telah menyalurkan insentif sebesar Rp 376 triliun kepada perbankan. Insentif ini diberikan kepada berbagai jenis bank, termasuk bank BUMN, bank umum swasta nasional (BUSN), bank pembangunan daerah (BPD), dan kantor cabang bank asing.

Secara rinci, insentif sebesar Rp 167,1 triliun disalurkan kepada bank BUMN, Rp 166,7 triliun kepada BUSN, Rp 36,8 triliun kepada BPD, dan Rp 5,8 triliun kepada kantor cabang bank asing. Insentif ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit kepada sektor riil, khususnya kepada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi.

Meskipun BI telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pertumbuhan kredit, Perry mengakui bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih melambat. Pada Juni 2025, kredit perbankan tumbuh sebesar 7,77 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada Mei 2025 yang sebesar 8,43 persen secara tahunan. Perry menjelaskan bahwa melambatnya pertumbuhan kredit ini dapat ditelaah dari sisi penawaran (supply) dan permintaan (demand).

Dari sisi penawaran, Perry melihat bahwa bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini tercermin dari preferensi bank yang lebih suka menempatkan dana pada surat-surat berharga dibandingkan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Padahal, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup baik, yaitu sebesar 6,96 persen secara tahunan pada Juni 2025.

"Permasalahannya adalah preferensi bank yang lebih suka menaruh preferensi alat likuid pada surat-surat berharga dan terlalu berhati-hati dalam mendorong kredit," ungkap Perry. Ia menghimbau perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit kepada sektor riil, khususnya kepada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi.

Dari sisi permintaan, Perry mengatakan bahwa tidak semua sektor mengalami pertumbuhan yang tinggi. Sektor-sektor yang mendorong permintaan kredit sebagian besar berorientasi ekspor. Sementara itu, sektor-sektor lain seperti perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha masih membutuhkan dukungan pembiayaan yang lebih besar.

"Berdasarkan sektor, kredit sektor perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha perlu ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan ekonomi," kata Perry. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, BI, dan sektor perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor-sektor tersebut.

Penurunan BI Rate dan berbagai kebijakan lain yang telah ditempuh BI merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2-5,8 persen pada tahun 2026. Untuk mencapai target ini, diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk BI, pemerintah, sektor perbankan, dan sektor riil.

BI akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. BI juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memastikan efektivitas kebijakan yang diambil.

Penurunan BI Rate ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Dengan penurunan suku bunga, biaya pinjaman akan menjadi lebih murah, sehingga dapat mendorong investasi dan konsumsi. Selain itu, penurunan suku bunga juga dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia di pasar global.

Namun, penurunan suku bunga juga memiliki potensi risiko, seperti peningkatan inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu, BI akan terus memantau perkembangan inflasi dan nilai tukar rupiah serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi.

Secara keseluruhan, penurunan BI Rate merupakan langkah yang positif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, efektivitas kebijakan ini akan sangat bergantung pada sinergi antara semua pihak dan kemampuan BI untuk menjaga stabilitas makroekonomi. BI akan terus berkomitmen untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Langkah penurunan suku bunga ini diharapkan menjadi stimulus yang efektif untuk membangkitkan kembali gairah ekonomi dan mendorong pemulihan pasca pandemi. BI akan terus memantau dan mengevaluasi dampak dari kebijakan ini serta siap untuk mengambil langkah-langkah tambahan jika diperlukan. Komunikasi yang efektif dengan pasar dan publik juga akan terus ditingkatkan untuk menjaga kepercayaan dan stabilitas sistem keuangan.

BI Rate Turun Lagi, Perry: Kami Sudah All Out Dukung Pertumbuhan Ekonomi

More From Author

Ini Pemilik Bitcoin Terbanyak

OJK: Ekonomi Global Dilanda Ketidakpastian Tinggi, Dampak Geopolitik dan Perang Dagang Menghantui Pertumbuhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *