OJK: Ekonomi Global Dilanda Ketidakpastian Tinggi, Dampak Geopolitik dan Perang Dagang Menghantui Pertumbuhan

OJK: Ekonomi Global Dilanda Ketidakpastian Tinggi, Dampak Geopolitik dan Perang Dagang Menghantui Pertumbuhan

OJK: Ekonomi Global Dilanda Ketidakpastian Tinggi, Dampak Geopolitik dan Perang Dagang Menghantui Pertumbuhan

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait prospek ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian tinggi hingga pertengahan tahun 2025. Ketua Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa situasi ini merupakan konsekuensi dari eskalasi ketegangan perdagangan global, dinamika geopolitik yang sulit diprediksi, dan berbagai faktor eksternal lainnya yang saling berkelindan.

Dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Senayan, pada hari Rabu, 16 Juli 2025, Mahendra Siregar menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi global ini akan secara signifikan memengaruhi arah kebijakan dan strategi OJK dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan sektor jasa keuangan di Indonesia.

"Kondisi perekonomian global pada pertengahan 2025 masih menunjukkan ketidakpastian yang sangat tinggi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi kami di OJK untuk terus memantau dan menyesuaikan kebijakan agar sektor jasa keuangan tetap resilien dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Mahendra Siregar.

Lebih lanjut, Mahendra Siregar menyoroti langkah Bank Dunia yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2026 sebagai indikasi nyata dari ketidakpastian yang sedang berlangsung. Revisi ini, menurutnya, mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak negatif dari berbagai faktor global, termasuk ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

"Meskipun ada sedikit tanda-tanda mereda pasca-kesepakatan dari beberapa negara, terutama kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok, namun dampaknya terhadap ekonomi global masih belum sepenuhnya terasa. Kita harus tetap waspada dan siap menghadapi berbagai skenario yang mungkin terjadi," jelas Mahendra Siregar.

Ketidakpastian ekonomi global juga mendorong sejumlah otoritas moneter di berbagai negara untuk mengadopsi pendekatan "wait and see" dalam menentukan kebijakan moneter mereka. Seiring dengan itu, ada juga ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan menurunkan suku bunga acuan pada akhir tahun 2025. Langkah ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi perekonomian global yang sedang melambat.

Namun, Mahendra Siregar mengingatkan bahwa penurunan suku bunga The Fed juga dapat membawa risiko tersendiri, terutama jika tidak diimbangi dengan kebijakan fiskal yang tepat. Penurunan suku bunga dapat memicu aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Di sisi domestik, Mahendra Siregar mengakui bahwa Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan. Core GDP Indonesia menunjukkan moderasi, yang mengindikasikan adanya pelemahan dalam tren aktivitas ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Bank Dunia, OECD, dan Kementerian Keuangan hanya berada di kisaran 4,7 hingga 4,8 persen.

"Sisi supply mengalami tekanan, sedangkan sisi demand masih termoderasi seiring penurunan kelas menengah dan penurunan tenaga kerja formal. Ini adalah tantangan yang perlu kita atasi bersama agar pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai potensi yang sebenarnya," kata Mahendra Siregar.

Selain itu, Mahendra Siregar juga menyoroti kinerja eksternal Indonesia yang kembali membaik dengan mencatatkan surplus. Namun, ia juga mengingatkan bahwa peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya di pasar global.

Menanggapi tantangan-tantangan tersebut, OJK telah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan sektor jasa keuangan. Langkah-langkah ini meliputi:

  1. Penguatan Pengawasan: OJK akan meningkatkan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan untuk memastikan bahwa mereka memiliki fundamental yang kuat dan mampu menghadapi risiko-risiko yang mungkin timbul. Pengawasan akan dilakukan secara lebih intensif dan berbasis risiko, dengan fokus pada lembaga-lembaga yang memiliki eksposur terhadap sektor-sektor yang rentan terhadap dampak ketidakpastian global.
  2. Peningkatan Permodalan: OJK akan mendorong lembaga jasa keuangan untuk meningkatkan permodalan mereka agar memiliki bantalan yang lebih kuat dalam menghadapi potensi kerugian. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penerbitan saham baru, penahanan laba, atau merger dan akuisisi.
  3. Pengelolaan Risiko yang Hati-hati: OJK akan mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk mengelola risiko secara lebih hati-hati dan konservatif. Lembaga jasa keuangan harus memiliki sistem manajemen risiko yang komprehensif dan efektif, serta secara teratur melakukan stress test untuk menguji ketahanan mereka terhadap berbagai skenario yang merugikan.
  4. Stimulus Kredit: OJK akan mendorong lembaga jasa keuangan untuk terus menyalurkan kredit kepada sektor-sektor produktif, terutama UMKM, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. OJK juga akan memberikan insentif kepada lembaga jasa keuangan yang berpartisipasi dalam program-program pemerintah untuk mendukung UMKM.
  5. Pengembangan Pasar Modal: OJK akan terus mengembangkan pasar modal sebagai sumber pendanaan alternatif bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. OJK akan mempermudah proses penerbitan saham dan obligasi, serta meningkatkan likuiditas pasar modal.
  6. Literasi Keuangan: OJK akan meningkatkan literasi keuangan masyarakat agar mereka dapat membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas dan terhindar dari investasi bodong. OJK akan bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti lembaga pendidikan, media massa, dan organisasi masyarakat, untuk menyelenggarakan program-program literasi keuangan.
  7. Digitalisasi Sektor Jasa Keuangan: OJK akan mendorong digitalisasi sektor jasa keuangan untuk meningkatkan efisiensi, inklusi keuangan, dan daya saing. OJK akan memberikan dukungan kepada perusahaan-perusahaan fintech yang inovatif dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
  8. Koordinasi dengan Pemerintah dan Lembaga Lain: OJK akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga lain, seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sektor jasa keuangan. Koordinasi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil saling mendukung dan tidak bertentangan.

Mahendra Siregar menekankan bahwa OJK akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik secara cermat, serta siap untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan sektor jasa keuangan. OJK juga akan terus berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Kami menyadari bahwa tantangan yang kita hadapi sangat besar, tetapi kami yakin bahwa dengan kerja keras, koordinasi yang baik, dan dukungan dari semua pihak, kita dapat melewati masa-masa sulit ini dan membangun sektor jasa keuangan yang lebih kuat dan resilien," pungkas Mahendra Siregar.

Pernyataan OJK ini menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

OJK: Ekonomi Global Dilanda Ketidakpastian Tinggi, Dampak Geopolitik dan Perang Dagang Menghantui Pertumbuhan

More From Author

BI Rate Turun Lagi, Perry: Kami Sudah All Out Dukung Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia Kena Tarif Impor AS 19 Persen, Mendag: Bisa Jadi Peluang Ekspor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *