
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan kebutuhan anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan mengalami lonjakan signifikan, diperkirakan mencapai Rp 240 triliun pada tahun 2026. Angka ini menandai peningkatan luar biasa sebesar 238 persen dibandingkan alokasi awal untuk program serupa di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang sebesar Rp 71 triliun. Proyeksi kenaikan drastis ini didasarkan pada asumsi target jumlah penerima program yang tetap konsisten, yaitu 82,9 juta individu yang terdiri dari siswa, ibu hamil, dan balita, sesuai dengan target yang ditetapkan untuk tahun 2025.
Pernyataan ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (2/7). Ia menjelaskan bahwa lonjakan anggaran tersebut akan menempatkan program MBG sebagai salah satu komponen belanja pemerintah yang paling substansial. "Kalau kita lihat dari sisi outlook anggaran dari mulai Rp 71 triliun ke Rp 116 triliun, atau bahkan kalau keseluruhan program mungkin bisa mencapai Rp 240 triliun, atau dalam hal ini cukup signifikan dalam porsi belanja pemerintah," ujar Sri Mulyani, menggarisbawahi skala ambisius dari program ini. Angka Rp 116 triliun sendiri merupakan proyeksi anggaran MBG untuk tahun 2025 jika program ini berjalan penuh selama setahun, sementara Rp 71 triliun adalah alokasi awal yang disepakati untuk tahap awal implementasi.
Selain target penerima, jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga akan dipertahankan sebanyak 30.000 unit pada tahun 2026. SPPG ini diharapkan menjadi tulang punggung distribusi dan penyediaan makanan bergizi di tingkat lokal, menjangkau langsung komunitas penerima. Dengan alokasi anggaran yang mencapai Rp 240 triliun, diperkirakan anggaran program MBG pada tahun 2026 akan setara dengan 0,6 persen hingga 1,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka ini menunjukkan komitmen fiskal yang sangat besar dari pemerintah untuk mendukung inisiatif penting ini, yang merupakan salah satu janji kampanye utama dari Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Sri Mulyani menegaskan kembali bahwa target 82,9 juta penerima, yang mencakup siswa, ibu hamil, dan balita, adalah harapan yang telah disampaikan oleh Presiden Prabowo. "Presiden Prabowo telah mengharapkan target sampai akhir tahun 82,9 juta. Sehingga untuk 2026 keseluruhan tahun sudah didesain dengan target 82,9 juta siswa, ibu hamil, dan balita sebagai penerima," jelasnya. Target ini merefleksikan upaya serius pemerintah untuk mengatasi masalah gizi dan stunting di Indonesia, yang masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan. Program Makan Bergizi Gratis diharapkan dapat menjadi intervensi krusial dalam memperbaiki status gizi anak-anak sejak dini dan juga pada kelompok rentan seperti ibu hamil, demi membentuk generasi masa depan yang lebih sehat dan cerdas.
Meskipun besarnya anggaran MBG menimbulkan beban yang cukup signifikan bagi APBN, pemerintah tetap optimistis bahwa program ini akan memberikan dampak positif yang berlipat ganda terhadap perekonomian nasional. Kontribusi program terhadap PDB diproyeksikan akan meningkat secara substansial, dari kisaran 0,29–0,49 persen pada tahun 2025 menjadi 1,03 persen di tahun 2026. Peningkatan ini menunjukkan bahwa program MBG tidak hanya dilihat sebagai belanja sosial semata, tetapi juga sebagai stimulus ekonomi yang mampu menggerakkan sektor-sektor terkait.
Dampak ekonomi program ini diperkirakan akan terasa melalui berbagai saluran. Pertama, peningkatan permintaan domestik terhadap bahan pangan dan produk terkait akan mendorong sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan industri pengolahan makanan. Ini menciptakan peluang pasar yang besar bagi petani, nelayan, dan pelaku usaha lokal. Kedua, program ini juga diproyeksikan akan menyerap banyak tenaga kerja. Diperkirakan sekitar 1,65 juta orang akan terserap sebagai tenaga kerja baru pada tahun 2025 dan 2026, yang mencakup pekerja di bidang logistik, distribusi, persiapan makanan, hingga administrasi di tingkat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi. Penciptaan lapangan kerja ini akan berkontribusi pada penurunan angka pengangguran dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Untuk memastikan implementasi program MBG berjalan secara optimal dan efektif, pemerintah akan menerapkan tiga strategi utama yang terintegrasi. Strategi pertama adalah memperkuat kualitas pelaksanaan. Ini mencakup penyusunan pedoman gizi yang ketat, standar kebersihan dan keamanan pangan yang tinggi, serta mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan makanan yang disajikan benar-benar bergizi dan aman dikonsumsi. Pelatihan bagi para pengelola SPPG dan penyedia makanan juga akan menjadi kunci untuk menjaga kualitas.
Strategi kedua adalah memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak. Pemerintah menyadari bahwa program sebesar ini tidak dapat dijalankan sendiri oleh Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, kolaborasi erat akan dibangun dengan kementerian/lembaga terkait lainnya seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta pemerintah daerah di seluruh tingkatan. Keterlibatan sektor swasta dan masyarakat sipil juga akan didorong untuk mendukung aspek logistik, distribusi, hingga pengawasan. Selain itu, peran Badan Gizi Nasional (BGN) akan sangat krusial dalam mengoordinasikan kebijakan, riset, dan standar gizi untuk program ini. BGN diharapkan menjadi pusat keahlian dan referensi dalam memastikan efektivitas intervensi gizi.
Strategi ketiga adalah mendorong pemberdayaan ekonomi mikro dan kecil (UMKM). Program MBG dirancang untuk tidak hanya memberikan manfaat gizi kepada penerima, tetapi juga menciptakan rantai nilai ekonomi yang inklusif. UMKM lokal, seperti katering rumahan, petani lokal, dan pedagang kecil, akan didorong untuk menjadi penyedia bahan baku dan makanan siap saji untuk program ini. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan multiplier effect yang kuat di tingkat komunitas, meningkatkan pendapatan UMKM, dan pada akhirnya, mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Dengan demikian, program MBG menjadi instrumen pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan.
Sri Mulyani menyimpulkan bahwa melalui program Makan Bergizi Gratis, pemerintah berharap dapat menciptakan efek pengganda (multiplier effect) yang positif, baik dari sisi permintaan maupun penawaran dalam rantai pasok makanan. "Dengan MBG kita harap ciptakan multiplier baik dari sisi demand maupun supply dari supply chain-nya. Maupun dari sisi masyarakat atau keluarga yang anak-anaknya akan menjadi generasi muda yang sehat," pungkasnya. Visi jangka panjang dari program ini adalah membangun fondasi sumber daya manusia yang kuat dan sehat, yang pada gilirannya akan menjadi aset berharga bagi pembangunan berkelanjutan Indonesia di masa depan. Investasi besar dalam gizi dan kesehatan ini diharapkan dapat memutus siklus kemiskinan, meningkatkan produktivitas, dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional.
