
Revisi Perpres Pengelolaan Sampah jadi Energi Listrik Masuk Tahap Finalisasi
Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mengatasi permasalahan sampah sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah dengan memfinalisasi revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) berbasis teknologi ramah lingkungan. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi solusi ganda, yaitu mengurangi volume sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menghasilkan energi listrik yang bersih dan berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengungkapkan bahwa revisi Perpres ini telah mencapai tahap akhir dan tinggal menunggu pengesahan. Pernyataan ini disampaikan di Graha Mandiri, Jakarta, pada Kamis, 17 Juli 2025. Revisi ini difokuskan pada penyederhanaan proses perizinan, pengelolaan, dan mekanisme pembayaran, yang selama ini menjadi kendala dalam pengembangan PSEL di berbagai daerah.
Latar Belakang dan Urgensi Revisi Perpres
Perpres Nomor 35 Tahun 2018 sebenarnya telah menjadi landasan hukum bagi pengembangan PSEL di Indonesia. Namun, dalam implementasinya, terdapat berbagai hambatan yang perlu diatasi. Beberapa kendala utama yang diidentifikasi adalah:
- Proses Perizinan yang Kompleks: Proses perizinan yang berbelit-belit dan memakan waktu menjadi penghalang bagi investor dan pengembang PSEL. Hal ini disebabkan oleh banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi dan koordinasi yang kurang efektif antar instansi pemerintah.
- Ketersediaan Pasokan Sampah: Jaminan ketersediaan pasokan sampah yang berkelanjutan merupakan faktor kunci dalam keberhasilan PSEL. Namun, banyak daerah yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah yang efektif, sehingga sulit untuk memastikan pasokan sampah yang konsisten.
- Mekanisme Pembayaran yang Belum Jelas: Mekanisme pembayaran listrik yang dihasilkan dari PSEL kepada pengembang perlu diatur secara jelas dan adil. Ketidakpastian dalam mekanisme pembayaran dapat mengurangi minat investor untuk berinvestasi di sektor ini.
- Teknologi yang Tepat Guna: Pemilihan teknologi PSEL yang tepat guna dan ramah lingkungan juga menjadi tantangan. Teknologi yang tidak sesuai dengan karakteristik sampah di Indonesia dapat menyebabkan masalah operasional dan lingkungan.
Revisi Perpres ini diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut dan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif bagi pengembangan PSEL di Indonesia.
Peran Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sampah
Salah satu poin penting dalam revisi Perpres ini adalah penegasan peran pemerintah daerah dalam menyediakan pasokan sampah dan lokasi pengelolaan sampah terpadu (TPST). Pemerintah daerah diharapkan dapat menjamin ketersediaan sampah minimal 1.000 ton per hari dan menyediakan lahan yang sesuai untuk pembangunan PSEL.
Zulkifli Hasan mengimbau kepala daerah yang wilayahnya memiliki volume sampah lebih dari 1.000 ton per hari agar segera mendaftar dan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Koordinasi ini penting untuk memastikan bahwa pembangunan PSEL sesuai dengan rencana tata ruang dan lingkungan yang berlaku.
Potensi Produk yang Dihasilkan dari Pengelolaan Sampah
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa pengelolaan sampah memiliki potensi untuk menghasilkan tiga produk utama, yaitu:
- Bahan Bakar Minyak (BBM) Terbarukan: Sampah plastik yang dipilah dapat diolah menjadi BBM terbarukan melalui proses pirolisis atau gasifikasi. BBM terbarukan ini dapat menjadi alternatif pengganti bahan bakar fosil yang ramah lingkungan.
- Bioenergi: Sampah organik dapat diolah menjadi bioenergi melalui proses anaerobic digestion atau fermentasi. Bioenergi dapat berupa biogas atau bioetanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar atau sumber energi lainnya.
- Listrik: Sampah dapat dibakar langsung (insinerasi) atau diolah menjadi refuse derived fuel (RDF) untuk kemudian dibakar dalam boiler dan menghasilkan uap yang memutar turbin generator. Listrik yang dihasilkan dapat disalurkan ke jaringan listrik nasional atau digunakan untuk kebutuhan lokal.
Ketiga produk ini nantinya akan dimasukkan ke dalam satu Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI), sehingga memudahkan pengembang PSEL dalam mengurus perizinan dan insentif yang tersedia.
Proses Pembangunan dan Lokasi PSEL
Eniya Listiani Dewi memperkirakan bahwa pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah membutuhkan waktu sekitar 2,5 tahun dan wajib memenuhi izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Proses Amdal ini penting untuk memastikan bahwa pembangunan PSEL tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Ia menyarankan agar lokasi pembangunan PSEL dipusatkan di TPST yang telah ada. TPST merupakan lokasi yang paling sesuai karena sudah memenuhi semua unsur perizinan dan memiliki infrastruktur yang memadai. Selain itu, dengan memusatkan PSEL di TPST, biaya transportasi sampah dapat diminimalkan.
Manfaat Pembangunan PSEL
Pembangunan PSEL memiliki berbagai manfaat, antara lain:
- Mengurangi Volume Sampah di TPA: PSEL dapat mengurangi volume sampah yang menumpuk di TPA, sehingga memperpanjang umur TPA dan mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
- Menghasilkan Energi Listrik Bersih: PSEL menghasilkan energi listrik yang bersih dan berkelanjutan, sehingga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
- Menciptakan Lapangan Kerja: Pembangunan dan operasional PSEL menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal, mulai dari pengumpulan sampah hingga pengelolaan pembangkit listrik.
- Meningkatkan Pendapatan Daerah: PSEL dapat meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi yang dibayarkan oleh pengembang.
- Meningkatkan Kesehatan Masyarakat: Dengan mengurangi volume sampah dan menghasilkan energi bersih, PSEL dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.
Tantangan dan Strategi Implementasi
Meskipun memiliki berbagai manfaat, pembangunan PSEL juga menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
- Biaya Investasi yang Tinggi: Pembangunan PSEL membutuhkan biaya investasi yang tinggi, terutama untuk teknologi yang ramah lingkungan.
- Ketersediaan Teknologi yang Tepat: Pemilihan teknologi PSEL yang tepat guna dan sesuai dengan karakteristik sampah di Indonesia menjadi tantangan tersendiri.
- Dukungan Masyarakat: Dukungan masyarakat sangat penting dalam keberhasilan PSEL. Edukasi dan sosialisasi perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat PSEL dan mengurangi kekhawatiran terhadap dampak negatifnya.
- Koordinasi Antar Instansi Pemerintah: Koordinasi yang efektif antar instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, sangat penting untuk mempercepat proses perizinan dan implementasi PSEL.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan strategi implementasi yang komprehensif, antara lain:
- Pemberian Insentif: Pemerintah perlu memberikan insentif yang menarik bagi investor dan pengembang PSEL, seperti keringanan pajak, subsidi, dan jaminan pembelian listrik.
- Transfer Teknologi: Pemerintah perlu memfasilitasi transfer teknologi PSEL dari negara-negara maju ke Indonesia, sehingga teknologi yang digunakan lebih efisien dan ramah lingkungan.
- Peningkatan Kapasitas: Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang PSEL, baik melalui pelatihan maupun pendidikan formal.
- Penguatan Regulasi: Pemerintah perlu memperkuat regulasi di bidang PSEL, termasuk standar emisi, standar kualitas sampah, dan mekanisme pembayaran listrik.
- Kemitraan Pemerintah dan Swasta: Pemerintah perlu mendorong kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan PSEL, sehingga risiko dan manfaat dapat dibagi secara adil.
Kesimpulan
Revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) berbasis teknologi ramah lingkungan merupakan langkah strategis untuk mengatasi permasalahan sampah dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Dengan penyederhanaan proses perizinan, pengelolaan, dan mekanisme pembayaran, diharapkan investasi di sektor PSEL akan meningkat dan semakin banyak daerah yang dapat memanfaatkan sampah sebagai sumber energi listrik yang bersih dan berkelanjutan. Dukungan dari pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mewujudkan visi Indonesia yang bersih, hijau, dan mandiri energi. Revisi Perpres ini ditargetkan rampung dalam satu hingga dua minggu ke depan, menandakan komitmen pemerintah untuk segera merealisasikan potensi besar yang terkandung dalam pengelolaan sampah menjadi energi listrik.
