
Allo Bank akan Gelar RUPS usai Eks Dirut Indra Utoyo jadi Tersangka Kasus Korupsi EDC
PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) merespons pengunduran diri Indra Utoyo dari posisi Direktur Utama setelah penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Indra Utoyo ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Juli 2025 dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) periode 2020-2024. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai tata kelola perusahaan serta implikasinya terhadap operasional Allo Bank.
Director of Risk, Compliance & Legal Allo Bank, Ganda Raharja Rusli, mengumumkan bahwa perseroan tengah mempersiapkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengesahkan pengunduran diri Indra Utoyo. RUPS ini juga akan digunakan untuk meresmikan pengganti Indra Utoyo sebagai Direktur Utama Allo Bank. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya perseroan untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan investor setelah kasus yang melibatkan mantan Direktur Utama mencuat.
Menurut Ganda Raharja Rusli, RUPS akan diselenggarakan dalam jangka waktu maksimal 90 hari sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini menunjukkan komitmen Allo Bank untuk mematuhi regulasi dan menjaga transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
"Saat ini kami sedang melakukan rencana (RUPS) tersebut, karena memang sesuai dengan peraturan OJK bahwa dalam waktu 90 hari, bank harus mengesahkan pengunduran diri tersebut dalam bentuk rapat umum pemegang saham," ujar Ganda Raharja Rusli, saat ditemui di Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara. Pernyataan ini menegaskan bahwa Allo Bank serius dalam menanggapi situasi ini dan berupaya untuk menyelesaikan proses transisi kepemimpinan dengan cepat dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ganda Raharja Rusli juga menegaskan bahwa pengunduran diri Indra Utoyo, yang telah diterima oleh manajemen Allo Bank sejak 10 Juli 2025, tidak akan mengganggu operasional bank. Ia meyakinkan para nasabah dan investor bahwa Allo Bank tetap beroperasi seperti biasa dan pelayanan kepada nasabah tidak akan terpengaruh.
"Bisa kami pastikan bahwa operasional Allo Bank tidak terganggu, pelayanan nasabah tidak terganggu, dan juga tata kelola kami juga tidak ada pengaruh sama sekali," tutur Ganda Raharja Rusli. Pernyataan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran publik dan menjaga kepercayaan terhadap Allo Bank sebagai lembaga keuangan yang solid dan terpercaya.
Sebelumnya, pada 9 Juli 2025, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari penyelidikan yang mendalam dan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh KPK.
Kelima tersangka tersebut adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH), Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk atau Allo Bank Indra Utoyo (IU), dan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi (DS). Selain itu, Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi atau PCS Elvizar (EL), dan Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi atau BIT Rudy S. Kartadidjaja (RSK) juga ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian negara akibat proyek pengadaan mesin EDC ini diperkirakan mencapai Rp 744,5 miliar. Angka ini menunjukkan besarnya dampak korupsi terhadap keuangan negara dan pentingnya upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Dalam surat pengunduran dirinya, Indra Utoyo menyatakan bahwa keputusannya untuk mengundurkan diri adalah untuk fokus menyelesaikan proses hukum yang sedang dihadapinya. Komisaris Utama Allo Bank, Aviliani, membenarkan bahwa surat pengunduran diri tersebut telah diterima pada Kamis, 10 Juli 2025.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa salah satu peran Indra Utoyo dalam kasus ini adalah mengarahkan pengadaan mesin EDC untuk beralih dari konvensional menjadi Android atau digital di internal BRI. Perubahan ini diduga dilakukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, sehingga merugikan keuangan negara.
Asep Guntur Rahayu juga mengungkapkan bahwa Indra Utoyo bertemu dengan tersangka lain agar BRI menjadikan mereka sebagai vendor dalam pengadaan mesin EDC. Tindakan ini dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan kolusi yang melanggar hukum.
Dengan demikian, tindakan Indra Utoyo bersama tersangka lain dinilai merugikan keuangan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diperoleh KPK. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama para pejabat publik, untuk selalu bertindak jujur, transparan, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI ini juga menyoroti pentingnya pengawasan internal dan eksternal terhadap pengelolaan keuangan negara. Sistem pengawasan yang efektif dapat mencegah terjadinya praktik korupsi dan memastikan bahwa anggaran negara digunakan untuk kepentingan rakyat.
Selain itu, kasus ini juga menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum. Siapa pun yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tanpa memandang jabatan dan status sosialnya, harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Penetapan Indra Utoyo sebagai tersangka dan pengunduran dirinya sebagai Direktur Utama Allo Bank menjadi pukulan telak bagi citra perseroan. Allo Bank harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan publik dan membuktikan bahwa perseroan berkomitmen untuk menjalankan bisnis secara bersih dan profesional.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh Allo Bank adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan operasional perusahaan. Allo Bank juga harus memperkuat sistem pengawasan internal dan memastikan bahwa semua karyawan mematuhi kode etik dan peraturan yang berlaku.
Selain itu, Allo Bank juga harus menjalin kerjasama yang erat dengan aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi. Allo Bank harus bersedia memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus korupsi yang melibatkan perseroan.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, Allo Bank diharapkan dapat memulihkan kepercayaan publik dan menjadi lembaga keuangan yang terpercaya dan berkontribusi positif bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Kasus korupsi yang melibatkan Indra Utoyo juga menjadi momentum bagi OJK untuk memperketat pengawasan terhadap lembaga keuangan. OJK harus memastikan bahwa semua lembaga keuangan mematuhi peraturan yang berlaku dan menjalankan bisnis secara sehat dan profesional.
OJK juga harus meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor keuangan. OJK harus bersedia memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus korupsi yang melibatkan lembaga keuangan.
Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, OJK diharapkan dapat menciptakan sektor keuangan yang bersih, sehat, dan terpercaya, serta berkontribusi positif bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI dan penetapan Indra Utoyo sebagai tersangka menjadi pengingat bagi kita semua bahwa korupsi merupakan musuh bersama yang harus diperangi. Korupsi merugikan keuangan negara, menghambat pembangunan ekonomi, dan merusak moral bangsa.
Oleh karena itu, kita semua harus berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi. Kita harus berani melaporkan praktik korupsi yang kita ketahui kepada aparat penegak hukum. Kita juga harus mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
Dengan bersama-sama melawan korupsi, kita dapat menciptakan Indonesia yang bersih, adil, dan makmur.
