
Bukit Asam Minta Pemerintah Pertimbangkan Penerapan Bea Keluar Batu Bara
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui Direktur Utamanya, Arsal Ismail, menyampaikan permohonan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana pengenaan bea keluar (BK) terhadap komoditas batu bara. Permintaan ini dilatarbelakangi oleh kondisi pasar batu bara yang dinilai belum sepenuhnya stabil dan pulih dari tekanan harga. Arsal Ismail berpendapat bahwa penerapan BK saat kondisi pasar belum kondusif dapat memberikan dampak negatif terhadap kinerja perusahaan pertambangan batu bara.
"Dengan kondisi pasar sekarang, kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang rencana ini. Namun jika harga sudah membaik, tentu tidak menjadi masalah," ujar Arsal Ismail di sela-sela kunjungannya ke Kompleks DPR RI, Rabu, 16 Juli 2025.
Menurut Arsal, pengenaan BK idealnya diberlakukan ketika harga batu bara berada pada level yang tinggi dan perusahaan pertambangan mampu mencatatkan keuntungan yang signifikan. Dalam situasi seperti itu, BK dapat menjadi salah satu instrumen untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pertambangan. Namun, saat harga batu bara mengalami penurunan atau berada dalam tren yang kurang menguntungkan, penerapan BK justru akan menambah beban operasional perusahaan dan berpotensi mengganggu keberlangsungan bisnis.
"Jika keuntungan meningkat, pengenaan bea keluar memang wajar. Tapi dengan harga yang sedang turun seperti saat ini, kami masih menghadapi banyak tekanan biaya," tegas Arsal.
Lebih lanjut, Arsal menjelaskan bahwa rencana pengenaan BK batu bara saat ini masih dalam tahap pembahasan yang melibatkan berbagai pihak terkait. Ia meyakini bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengambil keputusan yang bijaksana dengan mempertimbangkan perkembangan pasar dan kondisi terkini.
"Pak Menteri ESDM akan melihat situasi dan mengambil langkah yang sesuai, jadi kebijakan ini tidak akan diterapkan secara langsung tanpa penyesuaian," imbuhnya.
Wacana pengenaan BK komoditas batu bara mencuat dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Selain batu bara, pemerintah juga mempertimbangkan untuk mengenakan BK terhadap komoditas emas. Langkah ini disebut-sebut sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara di tengah tantangan ekonomi global.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk membahas lebih lanjut mengenai rencana pengenaan BK batu bara dan emas. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, mengungkapkan bahwa diskusi mengenai BK masih terus berjalan dan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait.
"Itu sedang dibahas. Tentunya kami akan koordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya Kementerian ESDM," kata Febrio saat ditemui di kompleks parlemen, Selasa, 8 Juli 2025.
Febrio menjelaskan bahwa ide pengenaan BK muncul saat rapat panitia kerja (panja) pembahasan asumsi makro dan RAPBN tahun 2026. Pemerintah dan DPR telah membentuk panja untuk membahas dan memutuskan indikator serta target dalam kerangka ekonomi makro pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) dan RAPBN 2026.
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menyatakan bahwa pengenaan BK emas dan batu bara merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mendongkrak pendapatan negara. Ia menambahkan bahwa pengaturan teknis terkait BK akan mengacu pada peraturan Kementerian ESDM.
"Perluasan basis penerimaan bea keluar di antaranya terhadap produk emas dan produk batu bara. Pengaturan teknisnya mengacu pada peraturan Kementerian ESDM," ujar Misbakhun.
Namun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, emas dan batu bara saat ini belum termasuk dalam daftar barang ekspor yang dikenakan BK. Hal ini menunjukkan bahwa rencana pengenaan BK terhadap kedua komoditas tersebut masih dalam tahap kajian dan belum memiliki landasan hukum yang kuat.
Dampak Potensial Pengenaan Bea Keluar Batu Bara
Rencana pengenaan bea keluar batu bara dapat menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif, terhadap berbagai pihak terkait.
Dampak Positif:
- Peningkatan Penerimaan Negara: Penerapan BK berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan batu bara. Dana yang terkumpul dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
- Mendorong Hilirisasi: BK dapat mendorong perusahaan pertambangan untuk melakukan hilirisasi produk batu bara. Dengan mengolah batu bara menjadi produk bernilai tambah, perusahaan dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan meningkatkan daya saing di pasar global.
- Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Lebih Baik: BK dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan laju ekspor batu bara dan memastikan pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan. Pemerintah dapat menggunakan BK untuk membatasi ekspor batu bara saat produksi dalam negeri belum mencukupi atau saat harga batu bara sedang tinggi.
Dampak Negatif:
- Menurunkan Daya Saing: Pengenaan BK dapat meningkatkan biaya ekspor batu bara dan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional. Hal ini dapat menyebabkan penurunan volume ekspor dan mengurangi pendapatan perusahaan pertambangan.
- Mengurangi Investasi: BK dapat mengurangi minat investor untuk berinvestasi di sektor pertambangan batu bara. Investor cenderung akan mencari negara dengan regulasi yang lebih ramah dan biaya operasional yang lebih rendah.
- Meningkatkan Risiko Penyelundupan: BK yang terlalu tinggi dapat mendorong praktik penyelundupan batu bara. Para pelaku ilegal akan berusaha menghindari pembayaran BK dengan cara menyelundupkan batu bara ke luar negeri.
- Membebani Kinerja Perusahaan: Seperti yang dikemukakan oleh Direktur Utama PTBA, pengenaan BK saat harga batu bara sedang rendah dapat membebani kinerja perusahaan pertambangan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan laba, pengurangan investasi, dan bahkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan Pemerintah
Dalam mempertimbangkan rencana pengenaan bea keluar batu bara, pemerintah perlu memperhatikan beberapa faktor penting, antara lain:
- Kondisi Pasar Batu Bara: Pemerintah perlu memantau secara cermat perkembangan harga dan permintaan batu bara di pasar global. BK sebaiknya hanya dikenakan saat harga batu bara berada pada level yang menguntungkan bagi perusahaan pertambangan.
- Daya Saing Industri: Pemerintah perlu mempertimbangkan daya saing industri batu bara Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaing. BK yang terlalu tinggi dapat merugikan industri batu bara nasional dan menguntungkan negara-negara pesaing.
- Iklim Investasi: Pemerintah perlu menjaga iklim investasi di sektor pertambangan batu bara. BK yang tidak tepat dapat mengurangi minat investor dan menghambat pertumbuhan industri.
- Dampak Sosial Ekonomi: Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari pengenaan BK terhadap masyarakat dan daerah penghasil batu bara. BK sebaiknya tidak menimbulkan gejolak sosial atau merugikan perekonomian daerah.
- Koordinasi Antar Kementerian dan Lembaga: Pemerintah perlu melakukan koordinasi yang baik antara Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan lembaga terkait lainnya. Koordinasi yang baik akan memastikan bahwa kebijakan BK yang diambil sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak tumpang tindih dengan regulasi lainnya.
Alternatif Kebijakan
Selain pengenaan bea keluar, pemerintah dapat mempertimbangkan alternatif kebijakan lain untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan batu bara, antara lain:
- Optimalisasi Penerimaan Pajak: Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan batu bara dengan cara meningkatkan efisiensi pengawasan dan penegakan hukum. Pemerintah juga dapat memperketat aturan mengenai transfer pricing dan mencegah praktik penghindaran pajak.
- Peningkatan Royalti: Pemerintah dapat meninjau kembali besaran royalti yang dikenakan terhadap perusahaan pertambangan batu bara. Peningkatan royalti dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa mengurangi daya saing industri.
- Pengembangan Industri Hilir: Pemerintah dapat mendorong pengembangan industri hilir batu bara dengan memberikan insentif kepada perusahaan yang berinvestasi di sektor tersebut. Industri hilir akan menciptakan nilai tambah yang lebih tinggi dan meningkatkan penerimaan negara.
- Peningkatan Kontribusi Daerah: Pemerintah dapat meningkatkan kontribusi daerah penghasil batu bara melalui mekanisme dana bagi hasil (DBH) atau program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Hal ini akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil batu bara.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor dan alternatif kebijakan yang ada, pemerintah diharapkan dapat mengambil keputusan yang bijaksana dan memberikan manfaat yang optimal bagi negara, industri, dan masyarakat.
Kesimpulan
Permintaan PT Bukit Asam kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana pengenaan bea keluar batu bara merupakan isu yang kompleks dan memerlukan kajian mendalam. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi pasar, daya saing industri, iklim investasi, dan dampak sosial ekonomi, sebelum mengambil keputusan. Selain pengenaan bea keluar, pemerintah juga perlu mempertimbangkan alternatif kebijakan lain untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan batu bara. Keputusan yang tepat akan memberikan manfaat yang optimal bagi negara, industri, dan masyarakat.
