Direktur Utama Allo Bank Mundur Usai Jadi Tersangka Kasus Korupsi EDC

Direktur Utama Allo Bank Mundur Usai Jadi Tersangka Kasus Korupsi EDC

Direktur Utama Allo Bank Mundur Usai Jadi Tersangka Kasus Korupsi EDC

Indra Utoyo, Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI), mengundurkan diri dari jabatannya setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pengunduran diri ini diumumkan secara resmi oleh Plt. Direktur Utama Allo Bank, Ari Yanuanto Asah, yang menyatakan bahwa keputusan Indra Utoyo untuk mengundurkan diri diambil agar ia dapat fokus menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.

Pengunduran diri Indra Utoyo efektif sejak Kamis, 10 Juli 2025. Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Ari Yanuanto Asah menjelaskan bahwa Indra Utoyo merasa perlu untuk mengundurkan diri agar dapat berkonsentrasi penuh dalam menyelesaikan masalah hukum yang dihadapinya, terkait dengan penetapan status tersangka oleh KPK atas kasus yang terjadi saat ia masih menjabat di BRI.

Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo menduduki posisi strategis sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi di BRI. Kasus korupsi yang menjeratnya ini berkaitan dengan periode jabatannya di bank pelat merah tersebut.

Menyusul pengunduran diri Indra Utoyo, Dewan Komisaris Allo Bank segera mengambil langkah cepat dengan menunjuk Ari Yanuanto Asah sebagai pelaksana tugas (Plt.) Direktur Utama. Penunjukan ini berlaku efektif sejak tanggal yang sama dengan pengunduran diri Indra Utoyo. Ari Yanuanto Asah menegaskan bahwa operasional Allo Bank akan tetap berjalan normal dan tidak terpengaruh oleh pergantian kepemimpinan ini.

KPK sendiri telah menetapkan total lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di BRI untuk tahun anggaran 2020-2024. Selain Indra Utoyo, tersangka lainnya adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari serangkaian penyelidikan mendalam yang dilakukan oleh KPK, yang menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam proses pengadaan mesin EDC tersebut.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Rabu, 9 Juli 2025, mengungkapkan bahwa nilai total pengadaan mesin EDC ini mencapai angka yang fantastis, yaitu Rp 2,1 triliun. Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa KPK menggunakan metode real cost untuk menghitung kerugian negara dalam kasus ini. Berdasarkan perhitungan tersebut, kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi ini mencapai Rp 744.540.374.314.

Selain Indra Utoyo dan Catur Budi Harto, tiga tersangka lainnya dalam kasus ini adalah SEVP Manajemen Aset dan Pengadaan BRI, Dedi Sunardi; Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi, Elvizar; serta Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi, Rudy Suprayudi Kartadidjaja. Penetapan tersangka terhadap kelima orang ini menunjukkan bahwa KPK tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi, dan akan menindak tegas siapapun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, tanpa memandang jabatan atau latar belakang.

Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk dua kantor BRI, dua kantor swasta, serta lima rumah. Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik KPK berhasil menyita sejumlah barang bukti penting, termasuk uang tunai sebesar 200 ribu dolar Amerika Serikat yang diduga milik Catur Budi Harto, serta berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang relevan dengan kasus ini.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, sebelumnya juga mengungkapkan bahwa dalam penggeledahan di kantor swasta dan beberapa rumah, penyidik KPK menyita uang senilai Rp 5,3 miliar yang sempat tersimpan di rekening milik pihak swasta. Dana tersebut kemudian dipindahkan ke rekening milik KPK untuk diamankan sebagai barang bukti. Menurut Budi Prasetyo, uang tersebut diduga berasal dari biaya pengadaan mesin EDC yang bermasalah.

Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah pejabat tinggi di bank BUMN tersebut. Kasus ini juga menjadi bukti bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia, dan perlu adanya upaya yang lebih keras untuk memberantasnya.

Pengunduran diri Indra Utoyo dari jabatannya sebagai Direktur Utama Allo Bank juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana kasus ini akan mempengaruhi kinerja dan reputasi bank tersebut. Allo Bank sendiri merupakan salah satu bank digital yang sedang berkembang pesat di Indonesia, dan memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di industri perbankan digital.

Namun, dengan adanya kasus korupsi yang melibatkan mantan Direktur Utamanya, Allo Bank harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa kasus ini tidak akan mengganggu operasional dan kinerja bank. Penunjukan Ari Yanuanto Asah sebagai Plt. Direktur Utama diharapkan dapat memberikan stabilitas dan kepastian bagi Allo Bank, serta memastikan bahwa bank tetap fokus pada pertumbuhan dan inovasi.

Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI ini juga menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama bagi para pejabat publik dan pelaku bisnis, bahwa korupsi tidak akan ditoleransi dan akan ditindak tegas oleh hukum. KPK terus berkomitmen untuk memberantas korupsi di semua lini, dan akan terus melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya pengawasan dan pengendalian internal yang kuat dalam setiap organisasi, terutama organisasi yang mengelola anggaran publik yang besar. Pengawasan dan pengendalian internal yang efektif dapat membantu mencegah terjadinya korupsi dan penyimpangan lainnya, serta memastikan bahwa anggaran publik digunakan secara efisien dan efektif untuk kepentingan masyarakat.

Kasus ini juga menjadi momentum bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta mencari cara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan. Dengan adanya sistem pengadaan yang transparan dan akuntabel, diharapkan dapat meminimalisir potensi terjadinya korupsi dan penyimpangan lainnya.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam memberantas korupsi, dengan cara melaporkan setiap indikasi korupsi yang mereka temukan kepada pihak yang berwenang. Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan dapat membantu KPK dan lembaga terkait lainnya dalam mengungkap dan menindak kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.

Kasus korupsi pengadaan mesin EDC di BRI ini merupakan salah satu dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Untuk memberantas korupsi secara efektif, diperlukan kerjasama dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga penegak hukum, pelaku bisnis, masyarakat, dan media massa. Dengan kerjasama yang solid, diharapkan Indonesia dapat menjadi negara yang bersih dari korupsi dan memiliki pemerintahan yang baik dan akuntabel.

Pengunduran diri Indra Utoyo dari jabatannya sebagai Direktur Utama Allo Bank merupakan langkah yang tepat, dan menunjukkan bahwa ia menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Langkah ini juga diharapkan dapat membantu Allo Bank untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa bank dapat terus tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

Direktur Utama Allo Bank Mundur Usai Jadi Tersangka Kasus Korupsi EDC

More From Author

Profil Denny JA, Pendiri LSI yang Jadi Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi

LKPP Teken Nota Kesepahaman dengan Kemenkop untuk Pengadaan Barang dan Jasa Kopdes Merah Putih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *