IHSG Naik ke 7.000, Namun Investor Asing Lepas Saham Rp 1,6 Triliun

IHSG Naik ke 7.000, Namun Investor Asing Lepas Saham Rp 1,6 Triliun

IHSG Naik ke 7.000, Namun Investor Asing Lepas Saham Rp 1,6 Triliun

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencetak rekor dengan menembus level psikologis 7.000 pada penutupan perdagangan pekan lalu. Pencapaian ini menjadi sorotan utama di pasar modal Indonesia, menandakan optimisme yang kuat di kalangan investor domestik. Namun, di balik euforia tersebut, terdapat catatan penting yang perlu diperhatikan, yaitu aksi jual bersih (net selling) yang dilakukan oleh investor asing di pasar reguler dengan nilai mencapai Rp1,6 triliun. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran mengenai keberlanjutan tren positif IHSG dalam jangka panjang.

David Kurniawan, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), memberikan pandangannya mengenai situasi ini. Ia mengingatkan para pelaku pasar untuk tetap waspada dan tidak terlalu euforia meskipun IHSG telah mencapai level psikologis 7.000. "Meskipun indeks berada di area psikologis 7.000 atau level optimistis, pada fase kenaikan ini investor asing justru melakukan penjualan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Senin, 14 Juli 2025. Pernyataan ini menggarisbawahi adanya potensi risiko koreksi yang perlu diantisipasi oleh para investor.

Menurut analisis IPOT, penguatan IHSG selama sepekan terakhir didorong oleh kombinasi sentimen global dan domestik. Dari sisi eksternal, pasar mencermati rencana penerapan tarif impor baru oleh Amerika Serikat terhadap beberapa negara, termasuk Indonesia, yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Namun, proses negosiasi terkait tarif impor ini masih berlangsung dan diperpanjang hingga akhir Juli, membuka peluang adanya kompromi yang dapat menjadi sentimen positif bagi pasar.

Selain itu, kebijakan moneter global juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi pergerakan IHSG. Federal Reserve (The Fed) masih mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25-4,5 persen. Meskipun demikian, tekanan inflasi di Amerika Serikat mulai mereda, memberikan ruang spekulasi akan adanya pemangkasan suku bunga di masa depan. Ekspektasi penurunan suku bunga The Fed ini dapat mendorong aliran modal ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) tetap konsisten menjaga stabilitas moneter dengan menahan suku bunga acuan. Kebijakan ini turut mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke level Rp16.224. Selain itu, masuknya aliran modal asing juga menjadi faktor positif yang mendukung penguatan rupiah. Stabilitas nilai tukar rupiah dan masuknya modal asing dapat memberikan sentimen positif bagi pasar saham Indonesia.

Memasuki pekan perdagangan 14-18 Juli 2025, David Kurniawan menyoroti dua sentimen utama yang perlu dicermati oleh para investor, yaitu potensi pemangkasan suku bunga global dan rilis kinerja keuangan emiten untuk kuartal II (Q2). "Meredanya inflasi di AS membuka peluang The Fed memangkas suku bunga acuan, yang bisa mendorong permintaan terhadap aset berisiko," jelasnya. Pemangkasan suku bunga The Fed dapat memicu aliran modal ke pasar saham, termasuk Indonesia, sehingga berpotensi mendorong IHSG untuk terus menguat.

Selain itu, musim laporan keuangan Q2 akan dimulai pada pekan ini, terutama untuk sektor perbankan dan konsumer utama. Kinerja keuangan emiten akan menjadi salah satu faktor penentu arah pergerakan IHSG. Jika emiten-emiten besar mencatatkan kinerja yang positif, hal ini dapat memberikan sentimen positif bagi pasar dan mendorong IHSG untuk terus melanjutkan tren penguatannya.

IPOT merekomendasikan sejumlah saham yang dinilai sensitif terhadap perubahan suku bunga serta sektor energi. Saham-saham tersebut antara lain BBCA (PT Bank Central Asia Tbk), AMDF (PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk), dan AADI (PT Adaro Andalan Indonesia Tbk). BBCA merupakan saham perbankan yang memiliki fundamental kuat dan sensitif terhadap perubahan suku bunga. AMDF merupakan saham perusahaan pembiayaan yang juga sensitif terhadap perubahan suku bunga. Sementara itu, AADI merupakan saham perusahaan pertambangan batubara yang diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas energi.

Selain saham-saham tersebut, IPOT juga menyarankan produk reksa dana saham seperti Premier ETF MSCI Indonesia Large Cap (XIML) atau Power Fund Series (PFS). Produk ini dinilai memberikan akses yang transparan dengan tingkat likuiditas tinggi karena berbasis indeks MSCI Indonesia Large Cap. Reksa dana saham dapat menjadi pilihan investasi yang menarik bagi investor yang ingin berinvestasi di pasar saham dengan diversifikasi yang lebih baik.

Meskipun IHSG telah mencapai level psikologis 7.000, investor perlu tetap berhati-hati dan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mengambil keputusan investasi. Aksi jual bersih yang dilakukan oleh investor asing menjadi pengingat bahwa pasar saham selalu memiliki risiko dan potensi koreksi. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk melakukan riset dan analisis yang mendalam sebelum berinvestasi.

Selain itu, investor juga perlu memperhatikan sentimen global dan domestik yang dapat mempengaruhi pergerakan IHSG. Kebijakan moneter global, seperti suku bunga The Fed, dan kebijakan dalam negeri, seperti suku bunga BI, dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap pasar saham. Selain itu, kinerja keuangan emiten juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan.

Diversifikasi portofolio investasi juga merupakan strategi yang penting untuk mengurangi risiko. Dengan berinvestasi pada berbagai jenis aset, investor dapat mengurangi dampak negatif dari penurunan kinerja salah satu aset. Reksa dana saham dapat menjadi salah satu pilihan untuk diversifikasi portofolio investasi.

Secara keseluruhan, pencapaian IHSG yang menembus level 7.000 merupakan kabar baik bagi pasar modal Indonesia. Namun, investor perlu tetap waspada dan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mengambil keputusan investasi. Aksi jual bersih yang dilakukan oleh investor asing menjadi pengingat bahwa pasar saham selalu memiliki risiko dan potensi koreksi. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk melakukan riset dan analisis yang mendalam, memperhatikan sentimen global dan domestik, serta melakukan diversifikasi portofolio investasi.

Penting untuk diingat bahwa berita ini merupakan hasil analisis PT Indo Premier Sekuritas (IPOT). Tempo tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Setiap investor memiliki profil risiko yang berbeda-beda, sehingga penting untuk menyesuaikan strategi investasi dengan profil risiko masing-masing. Sebelum berinvestasi, disarankan untuk berkonsultasi dengan penasihat keuangan yang kompeten.

IHSG Naik ke 7.000, Namun Investor Asing Lepas Saham Rp 1,6 Triliun

More From Author

Jakarta Fair 2025 Berakhir, Perputaran Uang Capai Rp 7,3 Triliun

Bapanas: Harga Pangan di Koperasi Desa Merah Putih akan Dijual Murah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *