
Maruarar Sirait: Wacana Rumah Subsidi Diperkecil Hanya Tes Respons Publik
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, telah memberikan klarifikasi terkait wacana yang sempat mencuat mengenai pengecilan ukuran rumah subsidi. Menurutnya, usulan tersebut hanyalah sebuah upaya untuk menjaring aspirasi publik dan menguji respons masyarakat terhadap ide tersebut. Ia menegaskan bahwa wacana tersebut tidak pernah mencapai tahap keputusan final dan telah dibatalkan karena mayoritas masyarakat menunjukkan penolakan.
"Draft itu, tentu saja, metode saya adalah diberikan kepada publik untuk mendapatkan responsnya. Mungkin istilah kerennya test the water," ujar Maruarar saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, pada Senin malam, 14 Juli 2025. Pernyataan ini memberikan gambaran bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait perumahan, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Maruarar, yang akrab disapa Ara, menjelaskan lebih lanjut bahwa ide awal pengecilan rumah subsidi muncul sebagai respons terhadap kebutuhan hunian yang terjangkau di wilayah perkotaan, khususnya bagi generasi muda. Ia menyadari bahwa harga tanah dan biaya pembangunan di kota-kota besar semakin tinggi, sehingga diperlukan solusi kreatif agar kaum muda tetap mampu memiliki tempat tinggal yang layak. Namun, ia juga menekankan bahwa sebagai pejabat publik, ia memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan suara rakyat dan siap mencabut usulan yang tidak mendapat dukungan.
"Kalau memang responsnya tentu lebih banyak yang menolak, kami juga harus menghormati. Kan nggak bisa niat baik saja," tambahnya. Pernyataan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat dalam setiap kebijakan yang diambil. Pemerintah tidak ingin memaksakan kehendak, melainkan mencari solusi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Kamis, 10 Juli 2025, Maruarar secara terbuka telah menyatakan pembatalan ide memperkecil rumah subsidi. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas usulan tersebut, yang sempat menimbulkan polemik di masyarakat.
"Setelah mendengar begitu banyak masukan, termasuk dari teman-teman anggota DPR Komisi V, maka saya sampaikan secara terbuka permohonan maaf dan saya cabut ide itu," ucapnya saat itu. Tindakan ini menunjukkan bahwa pemerintah memiliki sikap yang terbuka dan responsif terhadap kritik dan saran dari berbagai pihak, termasuk parlemen dan masyarakat sipil.
Maruarar juga mengakui bahwa ide rumah subsidi mungil berukuran 14 meter persegi belum tentu tepat dan menyebutnya sebagai bentuk eksperimen awal. Ia menyadari bahwa kebijakan perumahan harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kenyamanan, kesehatan, dan kebutuhan sosial penghuninya.
"Mungkin kami juga mesti belajar bahwa ini ide di ranah publik harus lebih baik lagi," tuturnya. Pemerintah, kata dia, memang sedang mencari skema agar anak muda bisa memiliki rumah di kota, tetapi tetap memperhatikan masukan dari masyarakat dan aturan yang berlaku.
Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023 yang masih berlaku saat ini mengatur tentang ketentuan luas bangunan dan luas tanah untuk rumah subsidi. Berdasarkan ketentuan tersebut, luas bangunan minimal untuk rumah subsidi adalah 21 meter persegi dan maksimal 36 meter persegi. Sementara itu, luas tanah minimal adalah 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Ketentuan ini menjadi acuan bagi pengembang perumahan dalam membangun rumah subsidi yang memenuhi standar kualitas dan kelayakan.
Politikus Partai Gerindra itu menekankan bahwa kementeriannya akan terus mencari cara agar program perumahan tetap menjangkau kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui skema Kredit Usaha Rakyat Perumahan (KURP) senilai Rp 130 triliun. Program ini diharapkan dapat membantu MBR untuk mengakses pembiayaan perumahan dengan bunga yang lebih rendah dan persyaratan yang lebih ringan.
Program KURP, kata dia, merupakan bagian dari dukungan penuh Presiden Prabowo Subianto terhadap sektor perumahan rakyat. Presiden Prabowo Subianto memahami bahwa perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan yang layak dan terjangkau.
"Kalau ditanya apakah sudah punya pengalaman, nggak ada yang punya pengalaman KURP perumahan. Tapi apakah kita tidak boleh melakukan sesuatu hal yang baik yang baru? Tapi tentu harus hati-hati," ucap Maruarar. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah berani mengambil risiko untuk mencoba inovasi baru dalam sektor perumahan, namun tetap dengan pertimbangan yang matang dan kehati-hatian.
Skema KURP perumahan merupakan terobosan baru yang diharapkan dapat memberikan solusi bagi masalah pembiayaan perumahan yang selama ini menjadi kendala bagi MBR. Dengan adanya KURP, diharapkan semakin banyak masyarakat yang mampu memiliki rumah sendiri dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Pemerintah juga menyadari bahwa sektor perumahan memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian. Pembangunan perumahan dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor terkait lainnya. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pengembangan sektor perumahan.
Selain itu, pemerintah juga mendorong pengembangan perumahan berbasis transit oriented development (TOD) di wilayah perkotaan. Konsep TOD ini mengintegrasikan perumahan dengan transportasi publik, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengakses berbagai fasilitas dan layanan perkotaan. Dengan adanya TOD, diharapkan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas, meningkatkan kualitas lingkungan, dan menciptakan kawasan perkotaan yang lebih berkelanjutan.
Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas rumah subsidi yang dibangun. Rumah subsidi harus memenuhi standar kualitas yang layak, termasuk dari segi struktur bangunan, sanitasi, dan ketersediaan air bersih. Pemerintah juga mendorong pengembang perumahan untuk menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Selain itu, pemerintah juga memberikan perhatian terhadap aspek legalitas kepemilikan rumah subsidi. Pemerintah berupaya untuk mempermudah proses sertifikasi tanah dan bangunan, sehingga masyarakat memiliki kepastian hukum atas kepemilikan rumahnya. Dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan merasa lebih aman dan nyaman tinggal di rumahnya.
Pemerintah juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perbankan, pengembang perumahan, dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan efektivitas program perumahan. Kerja sama ini meliputi penyediaan lahan, pembiayaan, pembangunan, dan pemasaran rumah subsidi. Dengan adanya kerja sama yang baik, diharapkan program perumahan dapat berjalan lebih lancar dan mencapai target yang telah ditetapkan.
Pemerintah juga terus melakukan evaluasi terhadap program perumahan yang telah berjalan untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang lebih baik. Evaluasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, pengembang perumahan, dan pemerintah daerah. Dengan adanya evaluasi yang komprehensif, diharapkan program perumahan dapat terus ditingkatkan dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Pemerintah menyadari bahwa tantangan dalam sektor perumahan sangat kompleks dan memerlukan solusi yang inovatif dan berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan kebijakan perumahan yang adaptif terhadap perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program perumahan.
Dengan berbagai upaya yang telah dan akan terus dilakukan, pemerintah optimis bahwa sektor perumahan di Indonesia akan semakin maju dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Pemerintah berkomitmen untuk terus bekerja keras untuk mewujudkan impian setiap warga negara Indonesia untuk memiliki rumah yang layak dan terjangkau.
Pernyataan Maruarar Sirait mengenai wacana rumah subsidi yang diperkecil memberikan gambaran yang jelas tentang proses pengambilan kebijakan di pemerintahan. Pemerintah tidak hanya mengandalkan niat baik, tetapi juga mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya komunikasi yang terbuka dan responsif, diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan lebih tepat sasaran dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh lapisan masyarakat.
