Mentan: Masyarakat Rugi Rp 99,35 Triliun per Tahun Akibat Beras Oplosan

Mentan: Masyarakat Rugi Rp 99,35 Triliun per Tahun Akibat Beras Oplosan

Mentan: Masyarakat Rugi Rp 99,35 Triliun per Tahun Akibat Beras Oplosan

Masyarakat Indonesia mengalami kerugian fantastis sebesar Rp 99,35 triliun setiap tahunnya akibat praktik curang pengoplosan beras. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan fakta mencengangkan ini dalam rapat kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 16 Juli 2025. Kerugian ini merupakan dampak dari praktik manipulasi beras yang telah berlangsung lama, di mana beras berkualitas rendah dijual dengan harga premium setelah dikemas ulang.

"Rp 99 triliun itu adalah (kerugian) masyarakat. Sebenarnya ini satu tahun, tetapi kalau ini terjadi sepuluh atau lima tahun, karena ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama. Tetapi nanti angkanya sudah pasti bukan Rp 100 triliun, pasti di atas, kalau ini dilacak ke belakang," tegas Amran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa kerugian yang ditanggung masyarakat bisa jauh lebih besar jika praktik ini ditelusuri hingga beberapa tahun ke belakang.

Modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku pengoplosan beras ini sangat merugikan konsumen. Mereka membeli beras curah berkualitas rendah, mengganti kemasannya dengan merek premium, dan menjualnya dengan harga yang jauh lebih tinggi. "Hasil laboratorium ini beras biasa dijual dengan premium. Beras curah tinggal ganti bungkus dan ada foto-fotonya sama kami, kami serahkan ke penegak hukum. Harganya yang naik, bukan kualitasnya," jelas Amran. Dengan demikian, masyarakat tidak mendapatkan beras dengan mutu dan takaran yang sesuai dengan harga yang mereka bayar.

Mentan Amran Sulaiman mengibaratkan praktik ini seperti menjual emas 18 karat dengan harga emas 24 karat. Masyarakat tertipu karena mereka membayar untuk kualitas premium, tetapi hanya mendapatkan kualitas standar. Hal ini tentu saja sangat merugikan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah yang sangat bergantung pada ketersediaan beras dengan harga terjangkau.

Dalam kasus pengoplosan beras ini, terdapat dua jenis kerugian yang terjadi, yaitu kerugian negara dan kerugian masyarakat. Kerugian negara terjadi karena beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang seharusnya dijual dengan harga murah justru dioplos menjadi beras premium. "Penyelidikan sementara ini, SPHP diserahkan pada toko 20 persen etalase, 80 persen dioplos jadi premium, ini kerugian negara," ungkap Amran. Program SPHP yang bertujuan untuk menstabilkan harga beras dan membantu masyarakat berpenghasilan rendah justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan pribadi.

Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya telah melakukan pengecekan terhadap 268 merek beras di 10 provinsi penghasil beras terbesar di seluruh Indonesia. Pengecekan ini dilakukan karena adanya anomali harga beras yang mencurigakan. Sampel beras yang diambil kemudian diperiksa di 13 laboratorium untuk mengetahui kualitas dan kandungan gizinya. "Kami khawatir kalau ada komplain, karena ini sangat sensitif. Ini kesempatan emas bagi Indonesia untuk menata tata kelola beras, karena stok kita besar. Jadi, kami tidak khawatir ada guncangan, karena stok kita ada 4 juta ton," kata Amran. Kementan menyadari bahwa isu beras sangat sensitif bagi masyarakat Indonesia, sehingga penanganan masalah ini harus dilakukan dengan hati-hati dan transparan.

Dari hasil pengecekan terhadap beras premium, Kementan menemukan bahwa 85,56 persen beras premium yang diperiksa mutunya tidak sesuai dengan label yang tertera. Selain itu, 59,78 persen beras premium tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, dan 78,14 persen tidak sesuai dengan berat kemasan. Temuan ini menunjukkan bahwa praktik pengoplosan beras telah merajalela dan merugikan konsumen secara masif.

Dari 212 merek beras yang terbukti melanggar aturan, 26 di antaranya telah diperiksa oleh pihak berwajib. "Tanggal 10 sudah diperiksa, ada 26 merek. Menurut laporan yang kami terima, bahwa mereka mengakui," ujar Amran. Pengakuan dari para pelaku pengoplosan beras ini semakin memperkuat bukti bahwa praktik curang ini memang terjadi dan telah merugikan masyarakat dalam jumlah yang sangat besar.

Kasus pengoplosan beras ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan semua pihak yang terkait dengan tata kelola beras di Indonesia. Pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas untuk menindak para pelaku pengoplosan beras dan memperbaiki sistem pengawasan dan distribusi beras agar praktik curang seperti ini tidak terulang kembali. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat agar lebih cerdas dalam memilih beras dan tidak mudah tertipu oleh merek-merek palsu yang menawarkan harga murah.

Kerugian sebesar Rp 99,35 triliun per tahun akibat beras oplosan merupakan angka yang sangat fantastis dan tidak bisa dianggap remeh. Angka ini setara dengan anggaran pembangunan infrastruktur yang sangat besar atau anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Jika uang sebesar ini bisa diselamatkan, maka akan sangat bermanfaat bagi pembangunan Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah harus menjadikan kasus pengoplosan beras ini sebagai momentum untuk memperbaiki tata kelola beras secara menyeluruh. Pemerintah perlu melibatkan semua pihak terkait, mulai dari petani, pedagang, distributor, hingga konsumen, dalam upaya menciptakan sistem tata kelola beras yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap kualitas beras yang beredar di pasaran dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku pengoplosan beras.

Selain tindakan represif, pemerintah juga perlu melakukan tindakan preventif untuk mencegah praktik pengoplosan beras terulang kembali. Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani agar menghasilkan beras berkualitas tinggi dan memiliki daya saing yang kuat. Pemerintah juga perlu memberikan kemudahan akses permodalan dan teknologi kepada petani agar mereka dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha taninya.

Di sisi lain, konsumen juga memiliki peran penting dalam memberantas praktik pengoplosan beras. Konsumen harus lebih cerdas dalam memilih beras dan tidak mudah tergiur dengan harga murah. Konsumen harus selalu memeriksa label kemasan beras dengan teliti dan memastikan bahwa beras yang dibeli memiliki kualitas yang baik dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Jika konsumen menemukan adanya indikasi kecurangan, segera laporkan kepada pihak berwajib.

Kasus pengoplosan beras ini juga menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak bahwa praktik curang dan tidak jujur hanya akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Dalam bisnis, kejujuran dan integritas adalah modal utama untuk membangun kepercayaan dan keberlanjutan. Para pelaku bisnis yang curang dan tidak jujur pada akhirnya akan kehilangan kepercayaan dari konsumen dan bangkrut.

Pemerintah dan semua pihak terkait harus bekerja sama secara sinergis untuk memberantas praktik pengoplosan beras dan menciptakan sistem tata kelola beras yang lebih baik. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang terjangkau dan tidak lagi menjadi korban praktik curang para pelaku pengoplosan beras. Kerugian sebesar Rp 99,35 triliun per tahun akibat beras oplosan adalah kerugian yang sangat besar dan tidak boleh terulang kembali. Mari kita bersama-sama membangun Indonesia yang bersih, jujur, dan berkeadilan.

Penanganan kasus beras oplosan ini harus menjadi prioritas utama pemerintah. Pemerintah harus menunjukkan komitmen yang kuat untuk memberantas praktik curang ini dan melindungi kepentingan masyarakat. Dengan tindakan tegas dan terukur, pemerintah dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem tata kelola beras di Indonesia dan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan.

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai cara memilih beras yang berkualitas dan aman dikonsumsi. Masyarakat perlu diberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai ciri-ciri beras oplosan dan cara menghindarinya. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi konsumen yang cerdas dan tidak mudah tertipu oleh praktik curang para pelaku pengoplosan beras.

Kasus beras oplosan ini juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertanian. Pemerintah perlu meningkatkan jumlah dan kualitas petugas pengawas yang bertugas di lapangan dan memberikan mereka kewenangan yang lebih besar untuk menindak para pelaku pelanggaran. Selain itu, pemerintah juga perlu memperkuat koordinasi antar lembaga penegak hukum agar penanganan kasus-kasus pelanggaran di sektor pertanian dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Dengan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan, pemerintah dapat memberantas praktik pengoplosan beras dan menciptakan sistem tata kelola beras yang lebih baik. Hal ini akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Indonesia, baik dari segi kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Mari kita bersama-sama mewujudkan Indonesia yang berdaulat pangan dan sejahtera.

Mentan: Masyarakat Rugi Rp 99,35 Triliun per Tahun Akibat Beras Oplosan

More From Author

Berita Terkini, Berita Hari Ini Indonesia dan Dunia | tempo.co

Prabowo soal Beli 50 Boeing 777 dari AS untuk Garuda Indonesia: Kita Butuh Pesawat Baru

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *