
Menteri ATR/BPN: Pulau Kecil di Bali-NTB Tak Ada Sertifikat, tapi Dikuasai Asing
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kembali menegaskan kekhawatirannya mengenai dugaan penguasaan pulau-pulau kecil di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh warga negara asing (WNA). Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap bantahan Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang sebelumnya menyatakan tidak ada penguasaan pulau oleh asing di wilayahnya. Meskipun secara formal tidak ada sertifikat kepemilikan atas nama WNA, Nusron Wahid menegaskan bahwa secara fisik, pulau-pulau tersebut dikendalikan oleh pihak asing melalui berbagai cara.
"Memang kalau dilihat dari segi sertifikatnya tidak ada, di Bali maupun NTB. Tapi secara fisik dikuasai oleh orang asing. Misalnya dia menikah, kalau tidak, ya kerja sama dengan orang asing," ungkap Nusron Wahid usai menghadiri rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 9 Juli 2025. Pernyataan ini mengindikasikan adanya celah hukum atau praktik-praktik tertentu yang memungkinkan WNA untuk mengendalikan pulau-pulau kecil tanpa memiliki kepemilikan langsung.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Dalam rapat dengan Komisi II DPR pada Selasa, 1 Juli 2025, Nusron Wahid telah mengungkapkan adanya indikasi penguasaan pulau oleh WNA di wilayah NTB dan Bali. Ia menyatakan akan melakukan pengecekan mendalam terhadap kedudukan hukum atau legal standing kepemilikan pulau-pulau tersebut. "Ini ada beberapa kejadian, enggak tahu dulu prosesnya bagaimana, tiba-tiba intinya apakah legal standing-nya kayak apa akan kami cek, tiba-tiba tanah itu atau pulau tersebut dikuasai oleh beberapa orang asing, ada di Bali dan di NTB," ujarnya, seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut, Nusron Wahid menjelaskan bahwa di pulau-pulau tersebut telah dibangun rumah dan penginapan atas nama WNA. Meskipun tidak menyebutkan secara detail pulau-pulau mana yang dimaksud, ia menegaskan bahwa secara kasat mata, pulau-pulau tersebut telah dikembangkan menjadi resort dan properti lainnya yang dikendalikan oleh asing. "Apakah legalnya itu masih punya WNI, tetapi mereka teken kontrak dengan yang bersangkutan atau bagaimana, kami belum tahu. Tetapi secara kasat mata, pulau tersebut itu dibangun rumah, dibangun resort atas nama asing," tambahnya.
Pernyataan Nusron Wahid ini memicu reaksi dari Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang membantah adanya penguasaan pulau oleh asing di wilayahnya. Koster menjelaskan bahwa Bali hanya memiliki satu pulau utama dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Menjangan. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun pulau yang dimiliki oleh orang asing. "Tidak ada yang dimiliki orang asing. Kalau punya vila di sana ada, tidak ada penguasaan asing, yang ada orang investasi membangun fasilitas pariwisata ada, seperti hotel, restoran, dan vila," kata Koster pada Rabu, 2 Juli 2025, seperti dikutip Antara.
Namun, bantahan Koster tidak serta merta meredakan kekhawatiran Menteri ATR/BPN. Nusron Wahid tetap berpendapat bahwa meskipun tidak ada kepemilikan langsung, kontrol dan pemanfaatan pulau oleh asing tetap menjadi isu yang perlu diatasi. Ia menekankan pentingnya mengatur pengelolaan pulau-pulau terluar Indonesia agar kepentingan nasional tetap terjaga.
Sebagai solusi, Nusron Wahid mengusulkan agar jika pulau-pulau terluar Indonesia ingin dikerjasamakan dengan investor, maka Warga Negara Indonesia (WNI) harus menjadi pemegang saham mayoritas. "Kami usulkan supaya apa? Kalau ada pulau-pulau terluar kalau mau dikerjasamakan dengan investor, kalau bisa pemegang sahamnya, mayoritas tidak asing. Kalau bisa mayoritasnya (pemegang saham) adalah orang Indonesia," tuturnya. Usulan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kendali atas pulau-pulau strategis tetap berada di tangan bangsa Indonesia, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.
Isu penguasaan pulau oleh asing memang bukan isu baru di Indonesia. Beberapa kasus sebelumnya telah mencuat ke publik, memicu perdebatan dan kekhawatiran tentang kedaulatan negara dan hak-hak masyarakat adat. Kompleksitas masalah ini terletak pada berbagai faktor, termasuk celah hukum, praktik bisnis yang tidak transparan, serta kurangnya pengawasan dari pemerintah.
Salah satu tantangan utama adalah definisi yang jelas tentang "penguasaan" pulau. Apakah penguasaan hanya berarti kepemilikan sertifikat, atau juga mencakup kontrol fisik dan pemanfaatan ekonomi? Jika hanya berdasarkan sertifikat, maka sangat mungkin WNA dapat mengendalikan pulau melalui kerjasama dengan WNI atau melalui perusahaan yang didirikan di Indonesia.
Selain itu, kurangnya data dan informasi yang akurat tentang status kepemilikan dan pemanfaatan pulau juga menjadi kendala. Pemerintah perlu melakukan inventarisasi dan pemetaan yang komprehensif terhadap seluruh pulau di Indonesia, termasuk pulau-pulau kecil dan terluar, untuk mengetahui secara pasti siapa yang menguasai dan bagaimana pulau tersebut dimanfaatkan.
Pengawasan yang lemah juga menjadi faktor pemicu penguasaan pulau oleh asing. Pemerintah daerah dan pusat perlu meningkatkan koordinasi dan pengawasan terhadap aktivitas di pulau-pulau kecil, termasuk pembangunan resort, investasi asing, dan praktik-praktik bisnis lainnya. Penegakan hukum yang tegas juga diperlukan untuk menindak pelanggaran dan praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.
Di sisi lain, investasi asing di sektor pariwisata juga memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian daerah dan menciptakan lapangan kerja. Namun, investasi tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas dan transparan untuk mengatur investasi asing di pulau-pulau kecil, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak.
Penting juga untuk melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. Masyarakat adat memiliki pengetahuan dan kearifan lokal yang dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan dan budaya pulau. Mereka juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam di wilayah mereka.
Ke depan, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah penguasaan pulau oleh asing dan memastikan pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Langkah-langkah tersebut antara lain:
- Memperjelas definisi "penguasaan" pulau dalam peraturan perundang-undangan, sehingga mencakup kepemilikan, kontrol fisik, dan pemanfaatan ekonomi.
- Melakukan inventarisasi dan pemetaan yang komprehensif terhadap seluruh pulau di Indonesia, termasuk pulau-pulau kecil dan terluar.
- Memperkuat pengawasan terhadap aktivitas di pulau-pulau kecil, termasuk pembangunan resort, investasi asing, dan praktik-praktik bisnis lainnya.
- Menegakkan hukum secara tegas terhadap pelanggaran dan praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.
- Membuat regulasi yang jelas dan transparan untuk mengatur investasi asing di pulau-pulau kecil, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat lokal dan kelestarian lingkungan.
- Melibatkan masyarakat adat dalam pengelolaan pulau-pulau kecil, dan menghormati hak-hak mereka.
- Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kedaulatan negara dan hak-hak masyarakat adat di pulau-pulau kecil.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat mengelola pulau-pulau kecilnya secara lebih efektif dan berkelanjutan, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi bangsa dan negara. Isu penguasaan pulau oleh asing bukan hanya sekadar masalah hukum dan ekonomi, tetapi juga menyangkut kedaulatan negara dan identitas bangsa. Oleh karena itu, penanganan masalah ini harus dilakukan secara serius dan komprehensif, dengan melibatkan semua pihak terkait.
