Mungkinkah Pulau Dijual? Menilik Landasan Hukum Penjualan Pulau di Indonesia

Mungkinkah Pulau Dijual? Menilik Landasan Hukum Penjualan Pulau di Indonesia

Mungkinkah Pulau Dijual? Menilik Landasan Hukum Penjualan Pulau di Indonesia

Kasus dugaan penjualan pulau di Indonesia kembali mencuat dan menjadi sorotan publik, dengan Pulau Panjang di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi kasus teranyar. Pulau ini ditawarkan melalui situs daring internasional bernama Private Islands Online (privateislandonline.com), memicu pertanyaan tentang legalitas dan implikasi praktik serupa di Indonesia.

Private Islands Online, yang dikelola oleh perusahaan Private Islands Inc., adalah platform properti global yang khusus memperdagangkan pulau-pulau. Sejak didirikan pada tahun 1999, situs ini mengklaim telah menghubungkan pasar pulau yang sebelumnya terfragmentasi, menarik lebih dari empat juta pengunjung dan 70.000 pelanggan setiap tahun. Chris Krolow, seorang pengusaha asal Toronto, Kanada, dengan latar belakang hubungan internasional dan pariwisata, adalah sosok di balik Private Islands Inc. Ia melihat potensi dalam menciptakan platform eksklusif untuk transaksi pulau secara global.

Saat ini, dalam katalog penawaran Private Islands Online, terdapat lima bidang lahan yang terletak di empat pulau kecil di Indonesia yang dipasarkan dengan skema sewa. Sepasang pulau kecil di Anambas, Kepulauan Riau, dengan luas 64,3 hektare menjadi salah satu tawaran, meskipun harga sewanya tidak dipublikasikan secara terbuka. Pulau lain terletak di Kepulauan Sumba, Nusa Tenggara Timur, dengan luas dua hektare dan disewakan dengan harga antara tujuh hingga dua puluh euro per meter persegi. Sebelumnya, terdapat juga lahan bernama Surf Beach Property seluas 1,5 hektare di Sumba, namun kini sudah tidak lagi tercantum dalam daftar penawaran. Pulau Panjang di Nusa Tenggara Barat, dengan luas sekitar 13,3 hektare dan belum dikembangkan, juga ditawarkan. Lokasinya yang strategis dekat dengan Pulau Moyo menjadi daya tarik tersendiri, meskipun harga sewanya tidak disebutkan. Terakhir, Pulau Seliu di Kepulauan Belitung menawarkan lahan dengan harga sekitar 167.336 dolar AS. Pulau ini diklaim telah memiliki infrastruktur pendukung seperti hotel dan lapangan golf, serta berdekatan dengan Geopark Belitung yang diakui UNESCO.

Fenomena penyewaan atau penjualan pulau-pulau kecil ini menimbulkan kekhawatiran publik, terutama terkait regulasi hukum dan kedaulatan wilayah Indonesia. Lalu, bagaimana sebenarnya ketentuan hukum di Indonesia mengatur pemanfaatan dan transaksi jual beli pulau? Apakah penjualan pulau di wilayah Indonesia sah secara hukum?

Menurut sistem hukum Indonesia, jual beli pulau secara legal pada dasarnya tidak diperbolehkan. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 secara tegas menyatakan bahwa pulau kecil, yaitu pulau dengan luas maksimal 2.000 km², beserta ekosistemnya (pantai, terumbu karang, mangrove, dan perairan sekitarnya), bukan merupakan objek hak milik yang dapat diperjualbelikan. Pulau-pulau kecil merupakan bagian dari kekayaan negara yang harus dikelola dengan memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan dan kepentingan publik.

Seiring dengan meningkatnya minat investasi terhadap sumber daya kelautan dan jasa lingkungan pulau-pulau kecil, muncul berbagai tantangan, termasuk ketidakjelasan kepemilikan lahan, sengketa izin pemanfaatan, monopoli akses, dan isu jual beli pulau oleh pihak asing. Pemerintah telah menetapkan serangkaian regulasi untuk mengatur pengelolaan dan tata kelola pertanahan di wilayah pesisir dan pulau kecil.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjadi salah satu landasan hukum utama. UUPA menegaskan bahwa orang asing tidak dapat memiliki tanah di Indonesia. Jika diizinkan memanfaatkan lahan, mereka hanya dapat memperoleh hak terbatas, seperti Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB), dan itu pun harus melalui badan hukum yang didirikan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan mencegah penguasaan lahan oleh pihak asing.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 memperjelas bahwa pemberian hak atas tanah untuk seluruh area satu pulau atau wilayah pantai memerlukan ketentuan khusus. Hal ini diperkuat melalui Surat Edaran Menteri Agraria/BPN pada 1997 yang menyatakan bahwa permohonan atas lahan yang mencakup seluruh pulau sebaiknya ditolak. Tujuannya adalah untuk mencegah monopoli penguasaan lahan dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2016 mengatur bahwa penguasaan lahan di pulau kecil tidak boleh melebihi 70 persen dari total luas pulau, dengan minimal 30 persen dialokasikan untuk kawasan lindung. Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem pulau kecil. Kawasan lindung berfungsi sebagai area konservasi, mencegah kerusakan lingkungan, dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam.

Jika diperlukan demi kepentingan nasional, negara dapat mengambil alih penguasaan penuh terhadap pulau kecil tersebut. Untuk menghindari praktik perampasan tanah (land grabbing), pemerintah juga memprioritaskan penguasaan lahan yang belum bersertifikat di pulau kecil oleh negara melalui program sertifikasi atas nama Pemerintah RI, khususnya untuk pulau-pulau terluar. Langkah ini dilakukan untuk memperkuat kedaulatan negara dan melindungi hak-hak masyarakat setempat.

Pada 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan Peraturan Menteri No. 8 Tahun 2019 yang menetapkan bahwa maksimal hanya 70 persen dari luas pulau yang dapat dimanfaatkan, sementara sisanya harus dikuasai langsung oleh negara. Bahkan dari 70 persen lahan yang boleh dimanfaatkan itu, wajib disisihkan paling sedikit 30 persen untuk ruang terbuka hijau. Dengan kata lain, hanya sekitar 49 persen lahan yang benar-benar dapat dikembangkan oleh investor. Regulasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan keberlanjutan pembangunan di pulau-pulau kecil.

Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019 turut memperkuat aturan terkait pemanfaatan lahan pulau kecil, khususnya dalam konteks penanaman modal asing. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 juga menyatakan bahwa hak atas tanah untuk seluruh wilayah satu pulau atau wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai tidak boleh diberikan kepada satu individu atau satu badan hukum saja. Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah monopoli penguasaan lahan dan memastikan bahwa manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Dalam hal investasi asing di pulau kecil yang luasnya di bawah 100 km² dan belum memiliki Rencana Tata Ruang (RTR), pemerintah mewajibkan adanya rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebelum pemberian hak pengelolaan. Rekomendasi ini memastikan bahwa investasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.

Salah satu isu penting yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 adalah persoalan akses publik. Dalam pemberian izin pemanfaatan pulau kecil dan perairannya untuk kepentingan investasi, pemerintah mewajibkan agar akses masyarakat tetap terjamin. Akses ini mencakup keperluan mendesak seperti jalur evakuasi bencana pesisir, keperluan adat dan keagamaan, kegiatan nelayan, hingga kebutuhan akan air bersih. Jaminan akses publik ini penting untuk memastikan bahwa investasi tidak merugikan masyarakat setempat dan tetap menghormati hak-hak tradisional mereka.

Dengan demikian, meskipun pulau di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, penggunaannya tunduk pada regulasi ketat yang menjamin kedaulatan negara, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan. Hak atas pulau tidak bisa dikuasai secara penuh oleh individu maupun pihak asing, apalagi sampai diperjualbelikan layaknya properti biasa. Upaya penjualan pulau secara daring seperti yang terjadi pada kasus Pulau Panjang merupakan pelanggaran hukum dan harus ditindak tegas oleh pemerintah. Pemerintah harus terus memperkuat pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah praktik serupa di masa depan. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kedaulatan wilayah dan kelestarian lingkungan pulau juga perlu ditingkatkan. Dengan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait, diharapkan pulau-pulau di Indonesia dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan seluruh bangsa.

Mungkinkah Pulau Dijual? Menilik Landasan Hukum Penjualan Pulau di Indonesia

More From Author

Agus Gumiwang Sebut Indonesia Tak Pernah Mengalami Deindustrialisasi

1,1 Juta Penumpang Lintasi Bandara Ahmad Yani Selama Semester I 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *