
Penjelasan Kemenperin soal Lesunya Industri Pengolahan Tembakau
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan klarifikasi terkait isu lesunya industri pengolahan tembakau yang belakangan ini menjadi sorotan publik. Penjelasan ini muncul sebagai respons terhadap keputusan PT Gudang Garam Tbk, salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia, yang telah menghentikan pembelian tembakau dari petani Temanggung, Jawa Tengah, sejak tahun lalu. Langkah Gudang Garam ini memicu kekhawatiran akan dampak negatif terhadap para petani tembakau dan keberlangsungan industri secara keseluruhan.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arie, menyatakan bahwa industri pengolahan tembakau sebenarnya termasuk dalam kategori yang menunjukkan kinerja positif. Menurutnya, sektor ini merupakan salah satu dari 18 subsektor yang mencatatkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) tertinggi pada Juni 2025. IKI sendiri merupakan indikator yang mengukur optimisme pelaku industri terhadap kondisi bisnis mereka.
"Ini menarik, terutama karena beredar informasi ada industri pengolahan tembakau yang mengurangi permintaan petani tembakau," ujar Febri pada Senin, 30 Juni 2025. Pernyataan ini mengindikasikan adanya kontradiksi antara data IKI yang positif dengan realitas di lapangan, di mana beberapa perusahaan rokok justru mengurangi pembelian tembakau dari petani.
Febri menjelaskan bahwa industri pengolahan tembakau umumnya mengandalkan stok bahan baku yang tersimpan di gudang untuk memenuhi kebutuhan produksi. Ketika tingkat produksi cenderung menurun, perusahaan cenderung mengurangi pembelian tembakau dari petani. "Ketika produksi cenderung turun, itu yang menyebabkan industri tembakau atau industri pengolahan tembakau mengurangi pembelian terhadap petani," jelasnya.
Meskipun demikian, Febri tetap optimistis bahwa industri tembakau akan kembali meningkatkan penyerapan tembakau dari petani ketika permintaan pasar kembali meningkat dan stok di gudang mulai menipis. Optimisme ini didasarkan pada keyakinan bahwa fluktuasi dalam industri tembakau bersifat sementara dan akan kembali stabil seiring dengan perubahan kondisi pasar.
Secara umum, IKI pada variabel pesanan baru mengalami peningkatan sebesar 2,44 poin, mencapai angka 54,21. Peningkatan ini menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap produk-produk industri. Selain itu, variabel persediaan produk juga mengalami peningkatan sebesar 1,22 poin, mencapai angka 53,7. Namun, variabel produksi justru mengalami penurunan sebesar 5,79 poin, memasuki fase kontraksi dengan mencapai titik 46,64. Penurunan ini mengindikasikan bahwa meskipun permintaan meningkat, produksi justru mengalami penurunan.
Febri menjelaskan bahwa secara keseluruhan, industri manufaktur dan pengolahan nonmigas mencatatkan peningkatan permintaan, namun diiringi dengan penurunan produksi. Menurutnya, para pengusaha memanfaatkan stok produksi yang ada di gudang untuk tetap memenuhi permintaan pasar. Strategi ini memungkinkan perusahaan untuk tetap memenuhi kebutuhan konsumen meskipun tingkat produksi mengalami penurunan.
Pada Juni 2025, IKI Indonesia berada di angka 51,84. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,27 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 52,11. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, indeks ini juga mengalami perlambatan sebesar 0,66 poin dari angka 52,5. Penurunan ini menunjukkan adanya perlambatan dalam aktivitas industri secara keseluruhan.
Kementerian Perindustrian mencatat bahwa 18 dari 23 subsektor mengalami ekspansi, sementara lima subsektor lainnya mengalami kontraksi. Subsektor yang mengalami ekspansi memiliki kontribusi sebesar 92,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas pada triwulan I 2025. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa subsektor yang mengalami kontraksi, sebagian besar sektor industri masih menunjukkan pertumbuhan positif.
Selain industri pengolahan tembakau, Kementerian Perindustrian juga mencatat industri alat angkut lainnya sebagai subsektor dengan capaian IKI tertinggi. Sementara itu, lima subsektor yang mengalami kontraksi adalah reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan; industri komputer, barang elektronik dan optik; industri peralatan listrik; industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki; serta industri mesin dan perlengkapan.
Keputusan PT Gudang Garam Tbk untuk menghentikan pembelian tembakau dari Temanggung sejak tahun lalu menjadi perhatian utama. Bahkan, pada tahun 2025 ini, perusahaan tersebut dipastikan tidak akan membeli tembakau dari daerah tersebut.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan, menyampaikan informasi ini setelah mengunjungi kantor Gudang Garam. "Kami kemarin visit industri dalam rangka ingin menanyakan lagi apakah beli tembakau Temanggung apa tidak, ternyata 2025 masih tidak beli," katanya melalui sambungan telepon pada Senin, 16 Juni 2025.
Agus menyebutkan bahwa pernyataan resmi dari Gudang Garam pada 10 Juni lalu memperkuat kemungkinan bahwa perusahaan tidak akan menyerap tembakau Temanggung pada tahun ini. "Musim panen 2025 kemungkinan tak beli sesuai dengan statmen Gudang Garam pada 10 Juni 2025," tuturnya.
Menurut Agus, stok bahan baku tembakau di PT Gudang Garam saat ini sedang dalam kondisi melimpah. Bahkan, jika diproses sesuai kapasitas produksi saat ini, persediaan tersebut diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga empat tahun ke depan. Informasi ini disampaikan langsung oleh pihak manajemen PT Gudang Garam di Kediri.
"Jadi memang tidak lagi kondusif untuk membeli bahan baku khususnya dari Temanggung," kata Agus. Kondisi ini tentu menjadi pukulan berat bagi para petani tembakau di Temanggung yang selama ini mengandalkan Gudang Garam sebagai salah satu pembeli utama hasil panen mereka.
Agus juga menjelaskan bahwa penurunan serapan tembakau dipicu oleh menurunnya penjualan rokok. Kenaikan cukai rokok membuat harga rokok melonjak, sehingga konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Selain itu, peredaran rokok ilegal semakin marak, yang semakin memperburuk kondisi pasar rokok legal. "Ini sebenarnya kebijakannya bukan di pemkab karena urusan tembakau di pemerintah pusat," sebut Agus. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan industri tembakau tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga terkait dengan kebijakan pemerintah pusat terkait cukai dan pengendalian rokok ilegal.
Senada dengan Agus, pihak Gudang Garam beralasan bahwa penurunan ini didorong oleh sejumlah faktor, terutama meningkatnya tarif cukai rokok. Selain itu, Gudang Garam juga harus bersaing dengan perusahaan rokok menengah dan kecil yang mampu menawarkan produk dengan harga lebih terjangkau. Terlebih lagi dengan maraknya peredaran rokok ilegal yang menawarkan harga jauh lebih murah karena tidak memakai cukai. Persaingan yang semakin ketat ini memaksa Gudang Garam untuk melakukan efisiensi dan mengurangi pembelian bahan baku.
Kinerja keuangan perusahaan berkode saham GGRM ini pun kurang baik. Berdasarkan data Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang 2024 perusahaan hanya membukukan laba bersih sebesar Rp 980,8 miliar atau turun 81,57 persen dibandingkan dengan laba pada 2023 yang mencapai Rp 5,32 triliun. Penurunan laba bersih yang signifikan ini menunjukkan adanya tekanan yang besar terhadap kinerja keuangan Gudang Garam.
Dengan demikian, permasalahan lesunya industri pengolahan tembakau merupakan isu kompleks yang melibatkan berbagai faktor, mulai dari kebijakan cukai, persaingan dengan rokok ilegal, hingga penurunan daya beli konsumen. Pemerintah dan pelaku industri perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang komprehensif agar industri tembakau dapat kembali tumbuh dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak terkait, termasuk para petani tembakau.
