Prabowo Targetkan Energi Terbarukan 100 Persen, Butuh Percepatan Bangun Pembangkit EBT

Prabowo Targetkan Energi Terbarukan 100 Persen, Butuh Percepatan Bangun Pembangkit EBT

Prabowo Targetkan Energi Terbarukan 100 Persen, Butuh Percepatan Bangun Pembangkit EBT

Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menetapkan target ambisius untuk mencapai 100 persen energi terbarukan (EBT) pada tahun 2035. Komitmen ini disampaikan dalam kunjungan kenegaraannya ke Brasil, di mana ia bertemu dengan Presiden Luiz InĂ¡cio Lula da Silva di Istana Planalto, Brasilia, pada tanggal 9 Juli 2025. Pernyataan ini menggarisbawahi tekad Indonesia untuk beralih dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Ambisi Prabowo ini bukan kali pertama disuarakan. Sebelumnya, dalam forum G20, ia juga menekankan pentingnya penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 75 gigawatt (GW) dan percepatan target Net Zero Emission (NZE) menjadi tahun 2050. Bahkan, Prabowo menyatakan keyakinannya bahwa target NZE dapat dicapai lebih cepat dari perkiraan para ahli, yaitu pada tahun 2040.

Namun, mewujudkan visi ini memerlukan upaya yang signifikan dan terkoordinasi. Transisi menuju energi terbarukan 100 persen bukan hanya soal niat baik, tetapi juga membutuhkan investasi besar dan reformasi kebijakan yang konkret. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 saat ini menargetkan 61 persen bauran energi dari sumber terbarukan, yang berarti masih ada ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dan gas sebesar 24 persen.

Untuk mencapai target Prabowo, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah drastis, termasuk menghentikan operasi PLTU batu bara lebih awal dari jadwal, membatalkan proyek pembangkit listrik berbasis fosil yang masih dalam daftar RUPTL, dan mempercepat pembangunan pembangkit EBT dalam skala besar. Tantangan terbesar adalah bagaimana mempercepat pembangunan EBT secara signifikan dalam waktu yang relatif singkat.

Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN), Tata Mustasya, menekankan perlunya percepatan pembangunan pembangkit EBT. Menurutnya, pada periode 2025-2029, pembangunan harus dipercepat 4,5 kali lipat dari kecepatan saat ini, dan pada 2030-2034 bahkan hingga 11 kali lipat. Percepatan ini memerlukan strategi yang komprehensif dan terencana dengan baik.

Salah satu tantangan utama dalam transisi energi ini adalah pendanaan. Pembangunan pembangkit EBT membutuhkan investasi yang sangat besar, dan pemerintah perlu mencari sumber pendanaan yang berkelanjutan dan terpercaya. Tata Mustasya menjelaskan bahwa SUSTAIN telah menghitung potensi pendanaan yang dapat digunakan untuk mempercepat pembangunan EBT, termasuk penambahan pungutan produksi batu bara dan investasi dari Cina.

Menurut perhitungan SUSTAIN, penambahan pungutan produksi batu bara berpotensi menghasilkan Rp 675,6 triliun, sementara investasi dari Cina melalui skema Belt and Road Initiative (BRI) dapat menyumbang Rp 144 triliun. Total dana ini mencapai Rp 819,6 triliun, yang dapat membiayai sekitar 77 persen kebutuhan pembangunan pembangkit swasta, jaringan transmisi, dan distribusi selama periode pemerintahan Prabowo (2025-2029).

Meskipun potensi pendanaan ini cukup besar, Tata Mustasya menekankan bahwa dua sumber dana tersebut belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan investasi EBT. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk mereformasi kebijakan fiskal dan energi agar lebih mendukung transisi energi. Ia mencontohkan bahwa pada tahun 2023, investasi EBT di Indonesia hanya mencapai US$ 1,5 miliar, padahal kebutuhan dalam RUPTL mencapai US$ 105,2 miliar atau sekitar Rp 1.682 triliun.

Reformasi kebijakan fiskal dan energi yang diusulkan oleh Tata Mustasya mencakup berbagai aspek, seperti insentif pajak untuk investasi EBT, penghapusan subsidi untuk bahan bakar fosil, dan penetapan harga karbon yang efektif. Kebijakan-kebijakan ini dapat menciptakan lingkungan investasi yang lebih menarik bagi pengembang EBT dan mendorong penggunaan energi bersih secara lebih luas.

Selain itu, Tata Mustasya juga menyarankan agar Badan Pengelola Investasi Danantara ikut mengelola dua sumber pendanaan tersebut. Dengan melibatkan Danantara, pengelolaan dana dapat dilakukan secara lebih profesional dan transparan, serta memastikan bahwa dana tersebut digunakan secara efektif untuk proyek-proyek pengembangan EBT yang tercantum dalam RUPTL.

Keterlibatan Danantara juga dapat membantu mengurangi risiko investasi dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap proyek-proyek EBT di Indonesia. Dengan demikian, lebih banyak investor swasta akan tertarik untuk berinvestasi dalam sektor EBT, sehingga mengurangi beban pendanaan pada pemerintah.

Untuk mencapai target 100 persen energi terbarukan pada tahun 2035, Indonesia perlu mengatasi sejumlah tantangan lain selain pendanaan. Tantangan-tantangan tersebut meliputi:

  1. Infrastruktur: Pembangunan pembangkit EBT seringkali membutuhkan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan transmisi yang kuat dan stabil. Investasi dalam infrastruktur ini sangat penting untuk memastikan bahwa energi yang dihasilkan dari sumber terbarukan dapat disalurkan ke konsumen dengan lancar dan efisien.

  2. Teknologi: Pengembangan teknologi EBT terus berlanjut, dan Indonesia perlu memastikan bahwa teknologi yang digunakan adalah yang paling efisien dan sesuai dengan kondisi geografis dan iklim Indonesia. Selain itu, perlu juga dilakukan pengembangan kapasitas sumber daya manusia untuk mengoperasikan dan memelihara pembangkit EBT.

  3. Regulasi: Regulasi yang jelas dan mendukung sangat penting untuk menciptakan lingkungan investasi yang stabil dan menarik bagi pengembang EBT. Pemerintah perlu menyederhanakan proses perizinan dan memastikan bahwa regulasi yang ada tidak menghambat pengembangan EBT.

  4. Keterlibatan Masyarakat: Transisi menuju energi terbarukan harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Pemerintah perlu memberikan informasi yang jelas dan transparan tentang manfaat EBT dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.

Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini dan mengambil langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mencapai target 100 persen energi terbarukan pada tahun 2035 dan menjadi pemimpin dalam transisi energi global. Visi Prabowo Subianto untuk energi bersih dan berkelanjutan adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih baik bagi Indonesia dan planet ini.

Prabowo Targetkan Energi Terbarukan 100 Persen, Butuh Percepatan Bangun Pembangkit EBT

More From Author

DJP Bakal Tunjuk Empat E-Commerce untuk Pungut Pajak

Maruarar Sirait: Wacana Rumah Subsidi Diperkecil Hanya Tes Respons Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *