
Washington D.C. – Dalam sebuah langkah legislatif yang monumental dan memecah belah, Senat Amerika Serikat pada hari Selasa (1/7) waktu setempat secara resmi meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) pemotongan pajak dan belanja senilai USD 3,3 triliun yang diusung oleh Presiden Donald Trump. Pengesahan RUU yang kontroversial ini terjadi di tengah gelombang penolakan yang signifikan dari berbagai pihak, menandai kemenangan politik besar bagi pemerintahan Trump dan Partai Republik, meskipun dengan selisih suara yang sangat tipis.
Mengutip laporan dari Bloomberg, hasil pemungutan suara di Senat menunjukkan angka 51-50, dengan Wakil Presiden JD Vance memberikan suara penentu yang krusial untuk memecah kebuntuan dan memastikan kelulusan RUU tersebut. Kemenangan ini mencerminkan dinamika politik yang sangat partisan di Capitol Hill, di mana setiap suara menjadi sangat berarti dalam pertempuran legislatif yang sengit. RUU ini, yang kini akan dilimpahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk pertimbangan lebih lanjut, merupakan paket komprehensif yang menggabungkan pemotongan pajak besar-besaran senilai USD 4,5 triliun dengan pemotongan belanja federal senilai USD 1,2 triliun.
Pemimpin Mayoritas Senat, John Thune, dengan bangga menyatakan keberhasilan ini kepada wartawan sesaat setelah pemungutan suara. "Ini adalah usaha tim," kata Thune, menegaskan soliditas di antara anggota partainya yang berhasil mengatasi perlawanan sengit. "Pada akhirnya, kami berhasil menyelesaikan pekerjaan." Pernyataan ini menggarisbawahi upaya kolektif dan lobi intensif yang dilakukan oleh kepemimpinan Republik untuk menyatukan suara-suara yang diperlukan.
Pasar finansial merespons dengan cepat berita pengesahan RUU ini. Indeks Bloomberg Dollar Spot, yang telah menunjukkan tren penurunan selama enam bulan hingga akhir Juni, segera melonjak ke level tertinggi setelah RUU tersebut disahkan Senat. Reaksi pasar ini menunjukkan ekspektasi investor terhadap dampak positif kebijakan fiskal yang agresif ini terhadap ekonomi AS, meskipun para ekonom memiliki pandangan yang beragam mengenai implikasi jangka panjangnya.
Paket legislatif yang ambisius ini, yang secara informal dikenal sebagai "One Big Beautiful Bill" oleh Presiden Trump, mencakup hampir keseluruhan agenda legislatif inti pemerintahannya dalam satu kesatuan. Presiden Trump sendiri secara pribadi telah melobi anggota parlemen, baik di Senat maupun DPR, untuk segera meloloskan undang-undang tersebut melalui Kongres, menunjukkan prioritas tinggi yang ia berikan pada reformasi pajak dan belanja ini.
"RUU ini bagus sekali. Ada sesuatu untuk semua orang," kata Trump kepada wartawan pada hari Selasa, menunjukkan keyakinannya bahwa kebijakan ini akan membawa manfaat luas bagi seluruh lapisan masyarakat Amerika. Ia juga mengungkapkan optimisme mengenai prospek RUU ini di DPR, menyatakan, "Dan saya pikir RUU ini akan berjalan dengan baik di DPR. Bahkan, saya pikir RUU ini akan lebih mudah di DPR daripada di Senat." Keyakinan Trump ini didasarkan pada asumsi bahwa mayoritas Partai Republik di DPR akan lebih solid dalam mendukung agenda presiden.
Filosofi dan Komponen Utama RUU
RUU "One Big Beautiful Bill" ini berakar pada filosofi ekonomi sisi penawaran (supply-side economics) yang telah lama dianut oleh Partai Republik. Inti dari kebijakan ini adalah keyakinan bahwa pemotongan pajak, terutama bagi korporasi dan individu kaya, akan mendorong investasi, inovasi, dan penciptaan lapangan kerja, yang pada gilirannya akan memacu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Proponen RUU berargumen bahwa dengan mengurangi beban pajak, perusahaan akan memiliki lebih banyak modal untuk berekspansi, merekrut karyawan, dan meningkatkan gaji, sementara individu akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan atau diinvestasikan.
Secara spesifik, komponen pemotongan pajak senilai USD 4,5 triliun ini mencakup beberapa pilar utama:
- Pemotongan Pajak Korporasi: Bagian terbesar dari pemotongan pajak ini ditujukan untuk menurunkan tarif pajak korporasi federal secara signifikan, dari yang sebelumnya mencapai salah satu yang tertinggi di negara maju menjadi jauh lebih kompetitif. Tujuannya adalah untuk mendorong perusahaan multinasional Amerika membawa kembali keuntungan mereka yang disimpan di luar negeri dan menarik investasi asing langsung ke AS, serta mencegah perusahaan AS pindah ke luar negeri.
- Penyesuaian Pajak Penghasilan Individu: RUU ini juga mencakup penyesuaian tarif pajak penghasilan individu dan bracket pajak. Meskipun detailnya kompleks, tujuannya adalah untuk menyederhanakan sistem pajak dan, dalam banyak kasus, mengurangi beban pajak bagi sebagian besar wajib pajak, meskipun manfaatnya mungkin bervariasi di antara kelompok pendapatan yang berbeda. Peningkatan standar deduksi dan perubahan pada itemisasi deduksi juga menjadi bagian dari upaya penyederhanaan ini.
- Reformasi Pajak Lainnya: Termasuk perubahan pada pajak warisan (estate tax) dan pajak minimum alternatif (alternative minimum tax), yang secara efektif dapat menguntungkan individu dan keluarga dengan kekayaan besar.
Sementara itu, pemotongan belanja senilai USD 1,2 triliun merupakan bagian yang lebih sensitif secara politik. Meskipun detail spesifik mengenai pos-pos belanja yang akan dipangkas tidak selalu disebutkan secara eksplisit dalam pernyataan publik, umumnya pemotongan tersebut berpotensi menargetkan:
- Belanja Diskrener Non-Pertahanan: Ini mencakup anggaran untuk berbagai lembaga federal, program lingkungan, penelitian ilmiah, pendidikan, infrastruktur sipil, dan layanan sosial. Pemotongan di area ini seringkali menjadi sumber perselisihan sengit karena dampaknya langsung pada layanan publik dan kelompok rentan.
- Efisiensi dan Pengurangan Pembengkakan: Meskipun sering diklaim sebagai tujuan, identifikasi "pemborosan" yang signifikan untuk mencapai penghematan triliunan dolar seringkali sulit dicapai tanpa memengaruhi program-program penting.
Reaksi dan Kritik Keras dari Oposisi
Meskipun sukses di Senat, RUU ini menghadapi penolakan keras dari Partai Demokrat dan berbagai kelompok advokasi. Kritik utama berpusat pada kekhawatiran bahwa manfaat pemotongan pajak akan sebagian besar mengalir ke korporasi besar dan individu kaya, sementara membebani kelas menengah dan bawah dengan pemotongan layanan penting dan peningkatan defisit nasional.
Jajak pendapat publik juga menunjukkan bahwa RUU tersebut tidak terlalu populer di kalangan masyarakat Amerika. Survei terbaru dari Pew Research menemukan bahwa 49 persen warga Amerika menentang RUU tersebut, sementara hanya 29 persen yang mendukungnya. Sekitar 21 persen masih belum yakin atau tidak memiliki pendapat. Angka-angka ini menunjukkan adanya keraguan yang luas di kalangan publik mengenai dampak positif RUU tersebut.
Pemimpin Senat Demokrat, Chuck Schumer, melancarkan kritik tajam terhadap RUU tersebut dan konsekuensinya. "Pemungutan suara ini akan menghantui rekan-rekan Republik kita selama bertahun-tahun mendatang," kata Schumer pada hari Selasa, memperingatkan dampak sosial yang parah. "Orang-orang akan jatuh sakit dan meninggal, anak-anak akan kelaparan dan utang akan melonjak ke tingkat yang belum pernah kita lihat sebelumnya." Pernyataan Schumer mencerminkan kekhawatiran Demokrat tentang dampak pemotongan belanja pada jaring pengaman sosial dan potensi peningkatan beban utang negara yang dapat memengaruhi generasi mendatang.
Para ekonom dari spektrum politik yang berbeda juga menyuarakan pandangan yang bervariasi. Pendukung RUU berargumen bahwa pemotongan pajak akan memicu ledakan pertumbuhan ekonomi yang cukup besar untuk "membayar sendiri" pemotongan tersebut melalui peningkatan pendapatan pajak dari aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Mereka menunjuk pada sejarah di mana pemotongan pajak sebelumnya di AS telah dikaitkan dengan periode pertumbuhan. Namun, banyak ekonom independen dan lembaga non-partisan seperti Congressional Budget Office (CBO) memproyeksikan bahwa RUU ini akan secara signifikan menambah defisit nasional dan utang publik dalam jangka panjang, karena pertumbuhan yang dihasilkan mungkin tidak cukup untuk mengimbangi hilangnya pendapatan pajak dan pemotongan belanja yang tidak proporsional. Kekhawatiran juga muncul mengenai potensi peningkatan kesenjangan pendapatan.
Langkah Selanjutnya dan Implikasi Politik
Dengan lolosnya di Senat, RUU ini kini bergerak ke Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden Trump telah menyatakan keyakinannya bahwa RUU ini akan lebih mudah disahkan di DPR, di mana Partai Republik juga memegang mayoritas kursi. Namun, proses di DPR mungkin tidak sepenuhnya mulus. Meskipun fraksi Republik di DPR cenderung lebih konservatif dan bersemangat untuk meloloskan agenda presiden, mereka juga menghadapi tekanan dari konstituen yang beragam dan potensi perpecahan internal mengenai detail spesifik RUU, terutama terkait dengan pemotongan belanja.
Jika DPR meloloskan RUU dengan versi yang sedikit berbeda dari Senat, maka kedua kamar Kongres harus membentuk komite konferensi untuk menyelaraskan perbedaan tersebut menjadi satu teks akhir yang dapat disetujui oleh kedua belah pihak sebelum dikirim ke meja Presiden untuk ditandatangani menjadi undang-undang. Proses ini bisa menjadi arena negosiasi yang intens dan berpotensi memakan waktu.
Implikasi politik dari pengesahan RUU ini sangat besar, terutama menjelang pemilihan sela (midterm elections). Partai Republik berharap bahwa kelulusan reformasi pajak dan belanja yang ambisius ini akan menjadi poin kampanye utama, menunjukkan kemampuan mereka untuk mewujudkan janji-janji legislatif dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Mereka akan berusaha meyakinkan pemilih bahwa kebijakan ini akan menguntungkan keluarga dan bisnis Amerika. Di sisi lain, Partai Demokrat akan menggunakan RUU ini sebagai bukti bahwa Partai Republik hanya melayani kepentingan elit dan korporasi, serta mengorbankan program-program sosial vital demi keuntungan orang kaya. Mereka akan fokus pada kekhawatiran defisit, peningkatan utang, dan dampak negatif pada layanan publik.
Secara historis, reformasi pajak besar seperti ini seringkali menjadi penentu arah ekonomi dan politik suatu negara untuk dekade mendatang. Perbandingan sering ditarik dengan pemotongan pajak era Reagan pada tahun 1980-an yang juga berlandaskan pada prinsip ekonomi sisi penawaran. Namun, skala dan konteks ekonomi saat ini berbeda, sehingga hasil yang akan dicapai oleh "One Big Beautiful Bill" ini masih akan menjadi subjek pengawasan dan perdebatan intensif di tahun-tahun mendatang. Keberhasilan atau kegagalan RUU ini dalam mencapai tujuannya – yaitu memacu pertumbuhan ekonomi tanpa memicu masalah fiskal yang tidak berkelanjutan atau memperlebar kesenjangan sosial – akan menjadi warisan penting bagi pemerintahan Trump dan Kongres ke-118.
