Sri Mulyani: Defisit APBN 2025 Diperkirakan Capai Rp 662 Triliun

Sri Mulyani: Defisit APBN 2025 Diperkirakan Capai Rp 662 Triliun

Sri Mulyani: Defisit APBN 2025 Diperkirakan Capai Rp 662 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proyeksi terbaru mengenai kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025. Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Selasa, 1 Juli 2025, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa defisit APBN 2025 diperkirakan akan mencapai Rp 662 triliun, atau setara dengan 2,78 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi ini menunjukkan adanya pelebaran dibandingkan dengan target awal pemerintah yang menargetkan defisit APBN sebesar Rp 616 triliun, atau 2,53 persen dari PDB.

Defisit APBN merupakan selisih antara belanja negara yang lebih besar daripada pendapatan negara dalam satu periode anggaran. Dalam konteks APBN 2025, defisit ini menjadi perhatian utama karena implikasinya terhadap stabilitas fiskal dan ekonomi makro secara keseluruhan. Pemerintah harus mencari sumber pembiayaan untuk menutup defisit ini, yang seringkali dilakukan melalui penerbitan surat utang atau penggunaan saldo anggaran lebih.

Untuk mengatasi defisit yang melebar ini, Sri Mulyani meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menggunakan sisa anggaran lebih sebesar Rp 85,6 triliun. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada penerbitan surat utang dalam membiayai defisit. Sri Mulyani menjelaskan bahwa penggunaan sisa anggaran lebih ini akan membantu menjaga stabilitas pasar keuangan dan mengurangi tekanan terhadap suku bunga. Diketahui, sisa saldo akhir tahun pada APBN 2024 adalah sebesar Rp 457,5 triliun.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa proyeksi penerimaan negara pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 2.865,5 triliun, atau 95,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN. Rincian penerimaan negara tersebut meliputi penerimaan pajak yang diperkirakan mencapai Rp 2.076,9 triliun (94,9 persen dari target), penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 310,4 triliun (102,9 persen dari target), dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 477,2 triliun (92,9 persen dari target).

Dari data tersebut, terlihat bahwa penerimaan bea dan cukai menjadi satu-satunya komponen yang melampaui target. Sementara itu, penerimaan pajak dan PNBP diperkirakan tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi perhatian pemerintah karena penerimaan pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling signifikan.

Sri Mulyani menyoroti bahwa defisit yang melebar ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah berkurangnya penerimaan negara. Pada kuartal I 2025, pemerintah mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara akibat beberapa kebijakan yang belum dapat direalisasikan. Contohnya adalah pajak pertambahan nilai (PPN) yang belum jadi ditarik dan dividen badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak dibayarkan karena saat ini dipegang oleh Danantara.

Di sisi lain, belanja negara sampai akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 3.527 triliun. Angka ini terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.663 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 864,1 triliun. Menteri Keuangan menjelaskan bahwa peningkatan belanja pemerintah pusat diperlukan untuk mendukung program-program prioritas pemerintah, seperti program Makan Bergizi Gratis, sekolah rakyat, serta penguatan ketahanan pangan.

Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu program unggulan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak. Program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kesehatan dan produktivitas generasi muda Indonesia. Selain itu, program sekolah rakyat juga menjadi fokus pemerintah untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penguatan ketahanan pangan juga menjadi prioritas pemerintah dalam menghadapi tantangan global terkait ketersediaan dan harga pangan. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri, menjaga stabilitas harga pangan, dan memperkuat sistem distribusi pangan agar dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Sri Mulyani mengakui bahwa pelaksanaan APBN 2025 akan menghadapi berbagai tantangan. Namun demikian, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk terus berupaya menstabilkan APBN agar tetap sehat dan berkelanjutan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah situasi global yang masih sangat dinamis dan menimbulkan ketidakpastian. Ketidakpastian global ini dapat memicu gejolak ekonomi di dalam negeri, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kinerja APBN.

Beberapa faktor global yang perlu diwaspadai antara lain adalah perang dagang antara negara-negara besar, fluktuasi harga komoditas, perubahan suku bunga global, dan risiko geopolitik. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah antisipatif untuk memitigasi dampak negatif dari faktor-faktor global tersebut terhadap perekonomian Indonesia.

Selain tantangan dari eksternal, pemerintah juga perlu menghadapi tantangan internal dalam pengelolaan APBN. Beberapa tantangan internal yang perlu diatasi antara lain adalah peningkatan efisiensi belanja negara, peningkatan kualitas perencanaan anggaran, dan penguatan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran. Pemerintah juga perlu terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara melalui berbagai cara, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan pengelolaan aset negara yang lebih optimal.

Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk DPR, pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat. Pemerintah juga perlu terus meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh pihak terkait agar kebijakan-kebijakan yang diambil dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat yang optimal bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Secara keseluruhan, proyeksi defisit APBN 2025 yang mencapai Rp 662 triliun menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi defisit ini dan menjaga stabilitas fiskal. Penggunaan sisa anggaran lebih sebesar Rp 85,6 triliun merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mengurangi ketergantungan pada penerbitan surat utang. Selain itu, pemerintah juga perlu terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan meningkatkan efisiensi belanja negara. Dengan pengelolaan APBN yang hati-hati dan berkelanjutan, diharapkan Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Sri Mulyani: Defisit APBN 2025 Diperkirakan Capai Rp 662 Triliun

More From Author

Sri Mulyani Sebut Anggaran MBG Bisa Tembus Rp 240 T di 2026, Melonjak 238 Persen

Demo Sopir Truk Lumpuhkan Jalan Medan Merdeka Selatan, Kebijakan ODOL Jadi Pemicu Utama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *