Tarif AS Turun ke 19 Persen, Menperin Yakin Bisa Pacu Daya Saing RI

Tarif AS Turun ke 19 Persen, Menperin Yakin Bisa Pacu Daya Saing RI

Tarif AS Turun ke 19 Persen, Menperin Yakin Bisa Pacu Daya Saing RI

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan keyakinannya bahwa penurunan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat menjadi 19 persen dari sebelumnya 32 persen akan menjadi katalisator signifikan bagi peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia di pasar global. Keputusan ini dipandang sebagai angin segar bagi industri dalam negeri, membuka peluang ekspansi ekspor, dan memperkuat struktur industri nasional secara keseluruhan.

"Penyesuaian tarif oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah komoditas ekspor manufaktur Indonesia merupakan langkah positif yang akan meningkatkan daya saing produk kita secara signifikan. Dampaknya akan langsung terasa pada peningkatan utilisasi industri, penciptaan lapangan kerja baru, dan penguatan struktur industri nasional secara berkelanjutan," tegas Agus Gumiwang di Jakarta, pada hari Rabu, 16 Juli 2025.

Menperin menambahkan bahwa kesepakatan ini akan memberikan dorongan yang signifikan bagi sektor manufaktur Indonesia, membuka kembali pintu ekspor ke Amerika Serikat dengan lebih lebar. Pelaku industri domestik juga memberikan apresiasi tinggi terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang dinilai berhasil mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait pemberlakuan tarif resiprokal.

Saat ini, dalam skema rantai produksi, rasio output sektor manufaktur Indonesia untuk tujuan pasar ekspor dan domestik adalah 20:80. Artinya, sekitar 20 persen dari total output produk manufaktur Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor, sementara sisanya, 80 persen, memenuhi permintaan di pasar domestik.

"Dari total 20 persen output produk manufaktur yang berorientasi ekspor tersebut, sebagian signifikan dialokasikan untuk pasar Amerika Serikat," jelasnya.

Berdasarkan data yang disampaikan Menperin, sepanjang tahun 2024, nilai ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat mencapai US$ 26,31 miliar, yang setara dengan sekitar 9,94 persen dari total ekspor Indonesia ke seluruh dunia sebesar US$ 264,70 miliar. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya pasar Amerika Serikat bagi produk manufaktur Indonesia.

"Tingkat utilisasi industri Indonesia pada tahun 2024 tercatat sebesar 65,3 persen. Ini mengindikasikan adanya ruang yang cukup besar untuk meningkatkan utilisasi produksi guna merespons permintaan positif dari pasar ekspor Amerika Serikat pasca kesepakatan tarif ini," tambahnya.

Data juga menunjukkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat sebesar US$ 14,34 miliar, yang berkontribusi sekitar 46,2 persen dari total surplus perdagangan Indonesia pada tahun tersebut. Hal ini semakin menegaskan betapa pentingnya hubungan dagang antara kedua negara.

Menperin optimistis bahwa pengumuman kesepakatan tarif impor Amerika Serikat ini akan memacu industri untuk meningkatkan utilisasi produksi, terutama industri padat karya yang berorientasi ekspor. Peningkatan utilisasi ini diharapkan akan berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja.

"Tentunya, hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lebih luas lagi pada industri padat karya seperti industri tekstil, produk tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan sektor-sektor lain yang sejenis," ujarnya.

Selain kesepakatan dengan Amerika Serikat, Menperin juga menyampaikan apresiasi dari pelaku industri di Indonesia, terutama sektor padat karya, atas kesepakatan politik terkait perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Perjanjian dagang ini dinilai sangat penting dan telah lama dinantikan oleh pelaku industri karena akan menghilangkan hambatan ekspor yang selama ini dihadapi oleh produk manufaktur Indonesia di pasar Eropa. IEU-CEPA diyakini akan membuka akses pasar ekspor Indonesia ke kawasan Eropa secara lebih luas dan kompetitif.

"Pelaku industri juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo yang telah berhasil mencapai kesepakatan untuk penyelesaian perjanjian dagang IEU-CEPA. Perjanjian ini sangat ditunggu-tunggu dan dibutuhkan oleh industri manufaktur saat ini agar dapat menjual produknya di pasar Eropa serta meningkatkan daya saing produk manufaktur lebih tinggi lagi dibandingkan produk serupa dari negara lain," kata Agus Gumiwang.

Keberhasilan Presiden Prabowo dalam mencapai kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan tonggak sejarah penting bagi industri manufaktur Indonesia. Kedua kesepakatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur di masa depan.

"Kami yakin dengan dua kesepakatan perdagangan ini, ekosistem manufaktur Indonesia akan menjadi lebih kuat, maju, mandiri, dan berdaya saing tinggi di masa depan. Industri manufaktur nasional juga akan berkontribusi lebih tinggi lagi bagi program industrialisasi Presiden Prabowo untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada tahun 2029," pungkas Agus Gumiwang.

Analisis Mendalam dan Implikasi Lebih Lanjut:

Penurunan tarif oleh Amerika Serikat dan kesepakatan IEU-CEPA bukan hanya sekadar angka dan perjanjian di atas kertas. Keduanya memiliki implikasi yang luas dan mendalam bagi perekonomian Indonesia, khususnya sektor manufaktur.

Dampak pada Daya Saing: Penurunan tarif Amerika Serikat sebesar 13 persen (dari 32 persen menjadi 19 persen) secara langsung mengurangi biaya impor produk Indonesia di pasar Amerika. Hal ini membuat produk Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan produk dari negara lain yang dikenakan tarif lebih tinggi. Dengan harga yang lebih bersaing, produk Indonesia berpotensi meningkatkan pangsa pasar di Amerika Serikat.

Peningkatan Utilitas Industri: Dengan akses pasar yang lebih mudah dan biaya yang lebih rendah, industri manufaktur Indonesia memiliki insentif untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi ini akan mendorong peningkatan utilisasi kapasitas pabrik, yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya produksi per unit.

Penciptaan Lapangan Kerja: Peningkatan produksi dan utilisasi industri akan menciptakan permintaan tenaga kerja baru. Industri padat karya, seperti tekstil, alas kaki, dan garmen, akan menjadi penerima manfaat utama dari peningkatan permintaan tenaga kerja ini. Hal ini akan membantu mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penguatan Struktur Industri: Kesepakatan ini juga akan membantu memperkuat struktur industri nasional. Dengan pasar ekspor yang lebih luas, industri manufaktur Indonesia akan memiliki insentif untuk berinvestasi dalam teknologi baru, meningkatkan kualitas produk, dan mengembangkan produk-produk inovatif. Hal ini akan meningkatkan daya saing industri Indonesia secara jangka panjang.

Diversifikasi Pasar Ekspor: Meskipun pasar Amerika Serikat sangat penting, Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada satu pasar ekspor saja. Kesepakatan IEU-CEPA memberikan peluang untuk mendiversifikasi pasar ekspor ke Eropa. Dengan akses pasar yang lebih mudah ke Eropa, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika Serikat dan mengurangi risiko jika terjadi gejolak ekonomi di Amerika Serikat.

Tantangan dan Peluang:

Meskipun kedua kesepakatan ini memberikan peluang yang besar bagi Indonesia, ada juga tantangan yang perlu diatasi.

Peningkatan Kualitas dan Standar: Untuk bersaing di pasar global, produk Indonesia harus memenuhi standar kualitas yang tinggi. Industri manufaktur Indonesia perlu berinvestasi dalam teknologi baru dan pelatihan tenaga kerja untuk meningkatkan kualitas produk dan memenuhi standar internasional.

Efisiensi Logistik: Biaya logistik di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan infrastruktur logistik dan mengurangi biaya pengiriman.

Promosi dan Pemasaran: Industri manufaktur Indonesia perlu melakukan promosi dan pemasaran yang efektif untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen di Amerika Serikat dan Eropa. Pemerintah dapat membantu dengan menyediakan dukungan keuangan dan teknis untuk kegiatan promosi dan pemasaran.

Peningkatan Investasi: Untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh kedua kesepakatan ini, Indonesia perlu menarik investasi asing dan domestik ke sektor manufaktur. Pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan memberikan insentif pajak, menyederhanakan perizinan, dan meningkatkan kepastian hukum.

Kesimpulan:

Penurunan tarif oleh Amerika Serikat dan kesepakatan IEU-CEPA merupakan terobosan penting bagi industri manufaktur Indonesia. Kedua kesepakatan ini memberikan peluang besar untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan utilisasi industri, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat struktur industri nasional. Namun, untuk memanfaatkan peluang ini sepenuhnya, Indonesia perlu mengatasi tantangan yang ada dan berinvestasi dalam peningkatan kualitas, efisiensi logistik, promosi dan pemasaran, serta peningkatan investasi. Dengan kerja keras dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat mewujudkan visi menjadi negara industri yang maju dan berdaya saing global. Keberhasilan ini juga akan menjadi bukti nyata dari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam membawa Indonesia menuju kemajuan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Tarif AS Turun ke 19 Persen, Menperin Yakin Bisa Pacu Daya Saing RI

More From Author

Bukit Asam Minta Pemerintah Pertimbangkan Penerapan Bea Keluar Batu Bara

Budi Arie: Kopdes Merah Putih Bisa Tekan Harga Elpiji 3 Kg Jadi Rp 18 Ribu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *